Modul 2.1. CGP 11/2024
“Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.”
(Ki
Hajar Dewantara)
Selamat
datang Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak di Sesi Pembelajaran yang kedua. Sesi pembelajaran yang kedua ini terdiri dari
2 bagian yaitu eksplorasi konsep secara mandiri dan eksplorasi konsep melalui
forum diskusi.
Sebelum
Anda memulai pembelajaran di sesi kedua ini, silakan lihat pertanyaan-pertanyaan
pemantik berikut ini dan cobalah untuk menjawab beberapa dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Anda tidak perlu menuliskan jawaban Anda.
Pertanyaan
Pemantik untuk Pembelajaran ini:
1.
Apa konsekuensi dari keragaman
murid-murid yang ada di kelas saya?
2.
Bagaimana saya dapat mengelola kelas
untuk memenuhi kebutuhan belajar murid?
3.
Apa yang saya ketahui tentang latar
belakang murid saya, pembelajaran yang telah dilakukan oleh mereka sebelumnya,
dan perkembangan keterampilan mereka?
4.
Apa yang saya ketahui tentang minat
murid saya (di sekolah dan di luar), motivator, dan tujuan mereka?
5.
Apa yang saya ketahui tentang profil
belajar murid saya?
6.
Bagaimana saya bisa menggunakan
informasi tentang minat, kesiapan dan profil belajar murid saya untuk membantu
saya merancang dan melaksanakan pembelajaran secara efektif?
Tetaplah merujuk kembali ke
pertanyaan-pertanyaan di atas ketika Anda kemudian membaca dan mempelajari
materi pembelajaran selanjutnya.
Keberagaman murid
Keberagaman
murid mungkin dapat berupa:
murid-murid
kita yang berasal dari keluarga kurang mampu yang tidak dapat mengakses
teknologi dari rumah sehingga tidak bisa berpartisipasi dalam pembelajaran
daring;
murid-murid
yang memiliki kesulitan memahami bahasa yang digunakan di kelas, karena ia
murid yang baru pindah dari daerah lain;
murid-murid
yang bosan karena ia sebenarnya telah menguasai keterampilan yang diajarkan,
sehingga pembelajaran tidak menantang lagi untuknya;
murid-murid
yang saat ini sedang berjuang keras untuk mencoba memahami apa yang diajarkan,
namun karena adanya kesenjangan yang terlalu jauh antara apa yang ia mampu
lakukan dengan apa yang sedang dipelajari, akhirnya ia tidak bisa membuat
koneksi;
murid
kita yang hasil-hasil kerjanya tampak baik, namun di sisi lain memiliki masalah
sosial emosional;
murid
kita yang memiliki minat yang besar terhadap bidang tertentu;
murid-murid
kita yang memiliki kesulitan-kesulitan dalam belajar;
dan
sebagainya.
Layanan Kebutuhan Murid
Melihat
betapa luas keberagaman murid-murid kita, maka sebagai guru, kita perlu
berpikir bagaimana caranya kita dapat menyediakan layanan pendidikan yang
memungkinkan semua murid mempunyai kesempatan dan pilihan untuk mengakses apa
yang kita ajarkan secara efektif sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sebagai
pendidik, dengan meyakini bahwa tugas kita adalah melayani murid-murid dengan
segala keberagaman tersebut serta menyediakan lingkungan dan pengalaman belajar
terbaik bagi mereka, maka berarti kita
juga harus meyakini bahwa:
1.
semua murid kita bisa berhasil dan
sukses dalam pembelajarannya.
2.
bersikap adil itu bukan berarti
menyamaratakan perlakuan kepada semua murid.
3.
setiap murid memiliki pola belajarnya
sendiri yang unik.
4.
praktik-praktik pembelajaran perlu
ditelaah efektifitasnya lewat bukti-bukti yang diambil dari pengalaman demi
pengalaman.
5.
guru adalah kunci dari keberhasilan
pengembangan program pembelajaran murid-murid di kelasnya.
6.
guru membutuhkan dukungan dari
komunitas yang lebih besar untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung
semua siswa.
Learning Gap
Fakta bahwa
murid-murid kita memiliki karakteristik yang beragam, dengan keunikan, kekuatan
dan kebutuhan belajar yang berbeda, tentunya perlu direspon dengan tepat. Jika
tidak, maka tentunya akan terjadi kesenjangan belajar (learning gap), dimana
pencapaian yang ditunjukkan murid tidak sesuai dengan potensi pencapaian yang
seharusnya dapat ditunjukkan oleh murid tersebut.
Salah satu cara yang
dapat kita lakukan untuk merespon karakteristik murid-murid yang beragam ini
adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi.
Pengertian
Pembelajaran Berdiferensiasi
ayangkanlah kelas
yang Anda ajar saat ini.
Ingatlah satu
persatu murid di kelas Anda.
Bagaimanakah
karakteristik setiap anak di kelas Anda?
Tahukah Anda apa
kekuatan mereka?
Bagaimana gaya
belajar mereka?
Apa minat mereka?
Siapakah yang
memiliki keterampilan menghitung paling baik di kelas Anda? Siapakah yang
sebaliknya?
Siapakah yang paling
menyukai kegiatan kelompok?
Siapakah yang justru selalu menghindar saat
bekerja kelompok?
Siapakah yang level
membacanya paling tinggi? S
iapakah murid yang
masih perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka?
Siapakah yang paling
senang menulis dan siapakah yang senang berbicara?
Setiap harinya,
tanpa disadari, guru dihadapkan pada keberagaman yang banyak sekali bentuknya,
sehingga seringkali mereka harus melakukan banyak pekerjaan atau membuat keputusan
dalam satu waktu. Misalnya, saat
mengajar di kelas, seorang guru mungkin harus membantu satu muridnya yang
kesulitan, namun di saat yang sama harus mengatur cara bagaimana agar saat ia
membantu murid tersebut, kelasnya tetap dapat berlangsung dengan kondusif.
Dalam kesehariannya,
guru akan senantiasa melakukan hal ini, sehingga kemampuan untuk multitasking
ini secara natural sebenarnya dimiliki oleh guru. Kemampuan ini banyak yang
tidak disadari oleh para guru, karena begitu alaminya hal ini terjadi di kelas
dan betapa terbiasanya guru menghadapi tantangan ini. Semua usaha tersebut
tentunya dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk memastikan setiap murid di
kelasnya sukses dalam proses
pembelajarannya.
Sebuah
Ilustrasi
Ibu Renjana adalah
guru kelas 3 SD dengan jumlah murid sebanyak 32 orang. Saat ini ia sedang
mengajarkan materi tentang perkalian. Saat diberikan tugas menyelesaikan
soal-soal perkalian, di antara 32 murid
di kelasnya tersebut, Bu Renjana melihat ada 3 murid yang selesai lebih dahulu.
Karena dia tidak ingin ketiga anak ini tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu
murid lainnya, akhirnya ia memberikan lembar kerja tambahan untuk 3 anak
tersebut. Jadi jika anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3
anak tersebut, Bu Renjana memberikan 25 soal perkalian.
Berdasarkan
ilustrasi kelas tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Menurut Anda, apakah
strategi yang dilakukan oleh Ibu Renjana tepat? Jika ya, mengapa? Jika tidak,
mengapa?
Apakah ada
alternatif lain yang dapat dilakukan oleh Ibu Renjana?
Jika Anda adalah Ibu
Renjana, apakah yang akan Anda lakukan? Jelaskanlah mengapa Anda melakukan hal
tersebut?
Miskonsepsi
tentang Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran
Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di
kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut Tomlinson
(1999:14) dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi,
seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar
murid.
Melakukan
pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan
32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa
guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja
dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru
harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang
kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak.
Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut
(chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan
pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk
membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya
bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada
di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan.
Lalu
seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?
Pengertian
Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran
berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada
kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait
dengan:
Kurikulum yang
memiliki tujuan pembelajaran
yang didefinisikan secara jelas. Bukan hanya guru
yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
Bagaimana
guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya.
Bagaimana
ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar
murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara
yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
Bagaimana mereka
menciptakan lingkungan
belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja
keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan
setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di
sepanjang proses belajar mereka.
Manajemen
kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur,
rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas, namun juga struktur
yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas
tetap dapat berjalan secara efektif.
Penilaian
berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan
informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan,
untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya,
murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
#
Keputusan
Ibu Renjana memberikan soal yang sama kepada
ketiga murid yang selesai lebih dahulu tidak dapat disebut sebagai pembelajaran
berdiferensiasi. Pertama karena
tambahan soal diberikan dengan tujuan agar ketiga anak tersebut tidak
mengganggu temannya yang belum selesai.
Kedua,
ketiga murid tersebut kemungkinan membutuhkan tingkat kompleksitas yang lebih
tinggi untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Pembelajaran berdiferensiasi
haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru
merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Renjana perlu
memperhatikan kebutuhan belajar murid-muridnya dengan lebih komprehensif, agar
dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya
tersebut.
Kaitan
dengan Standar Nasional Pendidikan
Di dalam Standar Proses, dijelaskan tentang kriteria
minimal proses pelaksanaan pembelajaran yang harus dilakukan guru. Salah
satunya terkait dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam pembuatan
RPP terdapat beberapa prinsip yang harus diikuti, dimana salah satunya adalah
bahwa perencanaan pembelajaran harus dilakukan dengan memperhatikan perbedaan
individu setiap peserta didik. Dapatkah Ibu/Bapak melihat keterkaitan antara
prinsip ini dengan topik bahasan yang baru saja Ibu/bapak pelajari?
Mengetahui
Kebutuhan Belajar Murid
Tomlinson (2001)
dalam bukunya yang berjudul How to
Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa
kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3
aspek.
Ketiga aspek tersebut
adalah:
Kesiapan
belajar (readiness) murid
Minat
murid
Profil
belajar murid
Sebagai guru, kita
semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika
tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka
miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu
keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu
memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai
(profil belajar).
1.
KESIAPAN BELAJAR (READINESS)
Apa yang Anda
pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan
Belajar”?
Bayangkanlah situasi
berikut ini:
Dalam pelajaran
bahasa Indonesia, setelah menjelaskan dan memberikan kesempatan murid-muridnya
untuk mengeksplorasi beragam teks narasi, bu Renjana meminta murid-muridnya
membuat sebuah draf contoh teks narasi sendiri. Ia kemudian melakukan asesmen
terhadap draf teks yang telah dibuat oleh murid-muridnya. Setelah melakukan
asesmen, ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya.
Kelompok A adalah
murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan
memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri
dalam bekerja.
Kelompok B adalah
murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun
kosakatanya masih terbatas.
Kelompok C adalah
murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan
kosakatanya pun terbatas.
Informasi yang
didapatkan ini kemudian digunakan oleh bu Renjana untuk merencanakan
pembelajaran di tahapan berikutnya, dimana ia memberikan bantuan lebih banyak
untuk murid-murid yang belum memiliki keterampilan menulis dan memberikan lebih
sedikit bantuan untuk murid-murid yang telah memiliki keterampilan menulis
dengan struktur yang baik.
Dalam contoh di
atas, Bu Renjana mengidentifikasi kebutuhan belajar dengan melihat kesiapan
belajar.
Kesiapan belajar
(readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi, konsep, atau
keterampilan baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid
akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka dan memberikan mereka
tantangan, namun dengan lingkungan
belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai
materi atau keterampilan baru tersebut.
Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46)
mengatakan bahwa merancang pembelajaran mirip dengan menggunakan tombol
equalizer pada stereo atau pemutar CD.
Untuk mendapatkan
kombinasi suara terbaik, biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer
tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan
tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk
mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat
di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut sebenarnya menggambarkan
beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan
belajar murid. Dalam modul ini, kita hanya akan mencoba membahas 6 dari
beberapa contoh perspektif yang terdapat
dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47) tersebut.
The Equalizer
Tombol-tombol
dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan
untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba
membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan
mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson
(Tomlinson, 2001)
Bersifat
mendasar - Bersifat transformatif
Saat murid
dihadapkan pada sebuah ide yang baru,
yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi
pendukung yang jelas, sederhana, dan
tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih
menerapkan ide-ide tersebut. Selain itu,
mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat
mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan
pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah
mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih
rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut
berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi
seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.
Konkret
- Abstrak
Di lain kesempatan,
guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka
masih di tingkatan perlu belajar secara konkret, sehingga mereka mungkin masih
perlu belajar dengan menggunakan beragam alat-alat bantu berupa benda konkret
atau contoh-contoh konkret, atau apakah
murid sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak, sehingga
mereka mungkin mulai dapat diperkenalkan dengan konsep-konsep yang lebih
abstrak.
Sederhana
- Kompleks
Beberapa murid
mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada
satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada
satu waktu.
Terstruktur
- Terbuka
Saat menyelesaikan
tugas, kadang-kadang ada murid-murid yang masih memerlukan struktur yang jelas,
sehingga tugas untuk mereka perlu ditata dengan tahapan yang jelas dan cukup
rinci, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat.
Sementara mungkin murid-murid lainnya sudah siap untuk menjelajah dan
menggunakan kreativitas mereka.
Tergantung
(dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada
akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan
menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin
seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata
lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal
daripada yang lain.
Lambat
- Cepat
Beberapa murid
dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak
cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di
lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu
daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.
Perlu diingat bahwa
kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini
lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang
dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang
akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan
identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan
belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran,
sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas,
Simonette & Ramsook, 2013: 29).
Contoh
Mengidentifikasi
atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar
Berikut ini adalah
contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan
Belajar (Readiness):
2.
MINAT MURID
Minat merupakan
suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi
atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.
Tomlinson (2001:
53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat,
diantaranya adalah sebagai berikut:
§ membantu
murid menyadari bahwa ada kecocokan
antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
§ mendemonstrasikan
keterhubungan antar semua
pembelajaran;
§ menggunakan
keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang
dikenal atau baru bagi mereka, dan; meningkatkan motivasi murid untuk belajar.
Minat sebenarnya
dapat kita lihat dalam 2 perspektif.
Yang
pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini,
minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian,
upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja
tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun
sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara
dengan cara yang sangat menghibur,
menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual. Yang
kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk
terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut
juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap
hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin
saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang
menarik atau menghibur.
Karena minat adalah
salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam
proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan
membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan
atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar.
Minat Murid
Beberapa
cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik minat murid diantaranya
adalah dengan:
§ menciptakan
situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor, menciptakan
kejutan-kejutan, dsb),
§ menciptakan
konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid,
§ mengkomunikasikan
nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,
§ menciptakan
kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan
(problem-based learning).
§ Seperti
juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid
tentunya akan berbeda-beda. Sepanjang
tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda.
Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan"
murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid
tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid. Hal lain yang perlu disadari oleh guru
terkait dengan pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat
dikembangkan. Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik
dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka
menemukan minat baru.
Untuk membantu guru
mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada murid, guru dapat
mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan oleh
murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001)
Perlu diingat bahwa
daftar pada tabel hanya sebagai contoh. Daftar tersebut tentunya masih dapat
ditambah atau diperluas.
Contoh
Mengidentifikasi atau Memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat
Berikut ini adalah
contoh mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat:
Ibu Putik ingin
mengajarkan murid-muridnya keterampilan membuat teks prosedur. Setelah selesai
mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat teks prosedur, Bu Putik lalu
meminta murid berlatih membuat sendiri teks prosedur tersebut. Setiap murid
diperbolehkan untuk menulis dengan topik sesuai dengan minat mereka. Anak yang
memiliki minat terhadap memasak, boleh membuat teks prosedur tentang bagaimana
cara memasak makanan tertentu. Murid yang memiliki minat terhadap kerajinan tangan
boleh membuat teks prosedur tentang membuat sebuah produk kerajinan tangan
tertentu, dan sebagainya. Keterampilan yang dilatih tetap sama, yaitu membuat
teks prosedur, walaupun topiknya mungkin berbeda.
3.
PROFIL BELAJAR MURID
Profil Belajar
mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar.
Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan
profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar
secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita
secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya
belajar kita sendiri. Padahal kita tahu
setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini
sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar
mereka.
Profil belajar murid
terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:
Preferensi
terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu
ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak
terstruktur, dsb. Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat
belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang,
dsb.
Pengaruh
Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif,
personal - impersonal.
Preferensi
gaya belajar
Gaya belajar adalah
bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi
baru. Secara umum gaya belajar ada tiga,
yaitu:
visual: belajar
dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan
diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer );
auditori: belajar
dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras,
mendengarkan pendapat saat berdiskusi,
mendengarkan musik);
kinestetik: belajar
sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on,
dsb).
Mengingat bahwa
murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi
guru untuk berusaha menggunakan kombinasi gaya mengajar.
Preferensi
berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple
intelligences): Teori tentang kecerdasan majemuk menjelaskan bahwa manusia
sebenarnya memiliki delapan kecerdasan berbeda yang mencerminkan berbagai cara
kita berinteraksi dengan dunia. Kecerdasan tersebut adalah visual-spasial,
musical, bodily- kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik,
naturalis, logic- matematika.
Contoh
Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar
murid
Berikut ini adalah
contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil
Belajar murid:
Pak Neon akan
mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid dapat
mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Berdasarkan
identifikasi yang ia lakukan, Pak Neon telah mengetahui bahwa sebagian muridnya
adalah pembelajar visual, sebagian lagi adalah pembelajar auditori, dan
pembelajar kinestetik. Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya
tersebut, Pak Neon lalu memutuskan untuk melakukan beberapa hal berikut ini:
Saat
mengajar, Pak Neon:
§ menggunakan
banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.
§ menyediakan
video yang dilengkapi penjelasan lisan
yang dapat diakses oleh murid.
§ membuat
beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat berbeda
untuk memberikan kesempatan murid
bergerak saat mengakses informasi.
Saat
memberikan tugas, Pak Neon memperbolehkan
murid-muridnya memilih cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat
makhluk hidup. Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman
wawancara maupun performance atau
role-play.
Video
Mengidentifikasi Kebutuhan Belajar Murid
Murid-murid yang
duduk di kelas-kelas yang ada di Sekolah tidak ada yang sama. Mereka berasal
dari latar belakang yang berbeda, memiliki preferensi belajar yang berbeda,
minat yang berbeda dan belajar dengan kecepatan yang berbeda sehingga kesiapan
belajar merekapun berbeda. Segala perbedaan ini tentunya memerlukan kebutuhan
murid yang berbeda pula. Untuk mengidentifikasi kebutuhan murid tersebut mari
kita simak video berikut ini.
Link https://www.youtube.com/watch?v=QXPUkW41uMw
Contoh
cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar
murid
Guru dapat mengidentifikasi
kebutuhan murid dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh
cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar
murid:
1.
mengamati perilaku murid-murid
mereka;
2.
mencari tahu pengetahuan awal yang
dimiliki oleh murid terkait dengan topik
yang akan dipelajari;
3.
melakukan penilaian untuk menentukan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian mencatat
kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari proses penilaian
tersebut;
4.
mendiskusikan kebutuhan murid dengan orang tua atau wali murid;
5.
mengamati murid ketika mereka sedang
menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
6.
bertanya atau mendiskusikan
permasalahan dengan murid;
7.
membaca rapor murid dari kelas mereka
sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat
pencapaian murid sebelumnya;
8.
berbicara dengan guru murid
sebelumnya;
9.
membandingkan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang
ditunjukkan oleh murid saat ini;
10. menggunakan
berbagai penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam
level yang sesuai;
11. melakukan
survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;
12. mereview
dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk
mengetahui efektivitas pembelajaran mereka;
13. dll.
Daftar di atas hanya
beberapa contoh saja. Masih banyak cara lain yang dapat guru lakukan untuk
mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid
mereka. Dapatkah Bapak/Ibu mengidentifikasi cara lainnya?
Mendapatkan
informasi tentang kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah
kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian
formatif, perilaku murid, refleksi murid, dan terbiasa mendengarkan dengan baik
murid-muridnya biasanya akan lebih mudah mengetahui kebutuhan belajar
murid-muridnya. Membuat catatan tentang
profil murid juga akan sangat membantu guru menyesuaikan proses pembelajaran
dengan kebutuhan murid-muridnya.
Refleksi
2.1
Selamat! Anda telah
menyelesaikan materi pembelajaran untuk tahapan ini. Demi membantu Anda
mengonsolidasikan pemahaman Anda dan mempersiapkan diri untuk sesi pembelajaran
berikutnya, kami mohon Bapak/Ibu dapat melakukan refleksi singkat dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Jelaskanlah apa yang
dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi!
Mengapa kita perlu
mengidentifikasi kebutuhan belajar murid?
Sebagai guru, apa
yang dapat kita lakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid
kita? Apa saja yang perlu dipertimbangkan?
Kaitan
dengan Standar Nasional Pendidikan
Kemampuan guru untuk
memahami tujuan pembelajaran dengan baik akan menjadi salah satu kunci bagi
suksesnya implementasi pembelajaran berdiferensiasi. Untuk dapat memahami
tujuan pembelajaran, guru perlu mengetahui apa sebenarnya kompetensi yang
diharapkan, baik dalam ranah pengetahuan, keterampilan, maupun sikap, yang
harus dapat dicapai oleh murid dalam suatu mata pelajaran di jenjang dan waktu
tertentu. Kompetensi-kompetensi ini dapat dibaca oleh guru di dalam dokumen
Standar Isi. Oleh karena itu, guru perlu secara cermat membaca dan memahami
Standar Isi dengan baik agar dapat menetapkan tujuan pembelajaran yang sesuai.
Jika guru telah memiliki pemahaman yang baik terkait dengan tujuan, akan lebih
mudah bagi guru untuk menentukan tahapan-tahapan dalam proses belajar murid dan
memutuskan strategi pembelajaran seperti apa yang akan dilakukan.
Daftar Istilah
Assessment
for learning: Penilaian yang dilakukan selama
berlangsungnya proses pembelajaran dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk
melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berfungsi sebagai penilaian
formatif. Sering disebut sebagai penilaian yang berkelanjutan (ongoing
assessment)
Assessment
for learning: Penilaian yang dilaksanakan setelah
proses pembelajaran selesai. Berfungsi sebagai penilaian sumatif.
Assessment
for learning: Penilaian sebagai proses belajar dan
melibatkan murid-murid secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut.
Penilaian ini juga dapat berfungsi sebagai penilaian formatif.
Daring: Merupakan
akronim (singkatan) dari dua kata: “dalam” dan “jaringan”. Dalam Bahasa
Inggris, berarti “online”.
Diagram Frayer: Grafik
visual yang dikembangkan oleh Dorothy Frayer untuk membantu murid dalam
mendefinisikan konsep atau kosakata. Diagram ini dibagi menjadi empat bagian:
definisi, karakteristik, contoh, dan bukan contoh.
Diferensiasi Konten:
Diferensiasi konten merujuk pada strategi membedakan pengorganisasian dan
format penyampaian konten. Konten adalah materi pengetahuan, konsep, dan
keterampilan yang perlu dipelajari murid berdasarkan kurikulum.
Diferensiasi Produk:
Merujuk pada strategi membedakan produk hasil belajar murid, hasil latihan,
penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari.
Diferensiasi Proses : Merujuk pada strategi membedakan proses yang
harus dijalani oleh murid yang dapat memungkinkan mereka untuk berlatih dan
memahami konten.
Kesiapan belajar (Readiness): Kapasitas atau kesiapan
murid untuk mempelajari materi baru. Kesiapan ini terkait dengan berbagai hal,
di antaranya: pengetahuan, konsep dan keterampilan awal yang saat ini dikuasai
oleh murid; miskonsepsi; tingkat perkembangan kognitif, afektif dan fisik;
keterampilan berpikir, dan sebagainya.
Lingkungan Belajar: Lingkungan
yang berada di sekitar murid dan yang mempengaruhi proses belajar mengajar.
Minat Suatu keadaan mental yang menghasilkan respons
terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan
memberikan kepuasan diri.
Pembelajaran
Berdiferensiasi: Usaha menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi
kebutuhan belajar individu.
Profil Belajar: Merupakan
pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya
berpikir/belajar, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dan
lain-lain.
Scaffolding:
Suatu teknik pembelajaran di mana murid diberikan sejumlah bantuan, kemudian
perlahan-lahan diadakan pengurangan terhadap bantuan tersebut hingga pada
akhirnya, murid dapat menunjukkan kemandirian yang lebih besar dalam proses
pembelajaran.
No comments:
Post a Comment