Modul 1.4. CGP 11/2024
Modul 1.4
Video pengantar: https://www.youtube.com/watch?v=Od9s0FVYMmk&t=
Kita telah belajar bersama tentang filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai peran guru penggerak dan visi guru penggerak. Dalam modul ini Bapak dan Ibu akan memahami pentingnya membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid untuk membantu Bapak dan Ibu mencapai visi guru penggerak. Bapak dan Ibu akan mempelajari bagaimana peran seorang pemimpin pada sebuah institusi dalam menggerakkan dan memotivasi warga sekolah agar memiliki, meyakini, dan menerapkan visi atau nilai-nilai kebajikan yang disepakati, sehingga tercipta budaya positif yang berpihak pada murid.
Dalam membangun budaya positif tersebut, kita akan meninjau lebih dalam tentang strategi menumbuhkan lingkungan yang positif. Anda akan diajak melakukan refleksi atas penerapan disiplin yang dilakukan selama ini di lingkungan Anda. Bagaimanakah strategi Anda dalam praktik disiplin tersebut? Apakah selama ini Anda sungguh-sungguh menjalankan disiplin, atau Anda melakukan sebuah hukuman? Di mana kita menarik garis pembatas?
###
3
Motivasi Perilaku Manusia
Diane Gossen dalam
bukunya Restructuring School Discipline,
menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia:
Untuk
menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Ini adalah tingkat
terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi
perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa
yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang
menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara
fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka
tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal.
Untuk
mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Satu tingkat di atas
motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau
penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang
akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan
untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka
letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk
mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini juga bersifat
eksternal.
Untuk
menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya.
Orang dengan
motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya?
Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan
mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan
nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat
seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat
internal, bukan eksternal.
Pernahkan Anda
berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu yang
menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang lain?
Mengapa anda tetap memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan
menyakitkan, anda mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian
secara finansial? Apa prinsip-prinsip yang anda perjuangkan dan anda lindungi?
Saat itu, anda sedang menjadi orang yang seperti apa?
##
Hukuman,
Konsekuensi dan Restitusi
Dalam menjalankan
peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu pelanggaran,
tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang tindakan
penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan
terhadap suatu pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi.
Dalam modul ini akan diperkenalkan program disiplin positif yang dinamakan
Restitusi.
Restitusi adalah
proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka,
sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih
kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang
mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid
berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka
harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Sebelum kita
membahas lebih mendalam tentang penerapan Restitusi, kita perlu bertanya
dahulu, adakah perbedaan antara hukuman dan konsekuensi? Bila sama, di mana
persamaannya? Bila berbeda, bagaimana perbedaannya? Di bawah ini Anda akan
diberikan suatu gambaran perbedaan antara Hukuman, Konsekuensi, dan Restitusi
itu sendiri.
Bila kita melihat
bagan di bawah ini, kata disiplin tanpa tambahan kata ‘positif’ di belakangnya,
sesungguhnya sudah merupakan identitas sukses dan hukuman merupakan identitas
gagal. Disiplin yang sudah bermakna positif terbagi dua bagian yaitu Disiplin dalam
bentuk Konsekuensi, dan Disiplin dalam bentuk Restitusi, yang selanjutnya akan
dijelaskan dengan lebih rinci di pembelajaran 2.2 dan 2.6.
Berdasarkan bagan
diatas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman bersifat tidak terencana atau
tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak
dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan
murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau
pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang
diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu
perbuatan atau kata-kata.
Sementara disiplin
dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah dibahas
dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat
oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi
yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat
tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan
berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali
tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid
melakukan kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka
murid tersebut akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas
karena ketertinggalannya. Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah
diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap guru di sini senantiasa memonitor murid.
##
Tugas
Mandiri
Setelah membaca
bagan tentang perbedaan Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi, maka isilah bagan
di bawah ini, kira-kira bila seorang guru/orang tua melakukan tindakan yang
dinyatakan di kolom sisi kiri, apakah tindakan tersebut berupa sebuah hukuman,
konsekuensi?
Hukuman
atau Konsekuensi ?
Mencatat
100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan terlambat lagi”, karena
terlambat ke sekolah.
Lari
mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat hadir di sekolah.
Membersihkan
coretan yang dibuatnya di meja tulis.
Murid
diminta untuk ‘push up’ 15 kali karena tidak menggunakan masker ke sekolah.
Menggantikan
kertas tugas teman yang telah dicoret-coret.
Berjemur
di lapangan basket pukul 12:00 siang karena mengobrol dengan teman.
Murid
diminta bertelanjang kaki sepanjang hari karena tidak menggunakan sepatu warna
hitam sesuai peraturan sekolah.
Berdiri
di depan kelas sambil mengangkat kaki satu, karena tidak bisa menjawab
pertanyaan.
Membersihkan
tumpahan air di meja tulis karena tersenggol pada saat belajar.
Kehilangan
10 menit jam istirahat untuk mengerjakan tugas, karena terlambat datang dan
tertinggal pelajaran selama 10 menit.
Duduk
di bangku di pinggir lapangan pada jam istirahat, tidak diizinkan bermain oleh
guru piket, karena mencederai teman saat bermain di lapangan.
Terlambat
hadir di pembelajaran daring 15 menit, dan diminta untuk tinggal 15 menit
sesudah kelas usai untuk membahas ketertinggalan pembelajaran.
Lari
mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat 10 menit untuk pelajaran
PJOK.
Membersihkan
WC sekolah karena mematahkan pensil kawannya.
##
Pertanyaan
Reflektif 2
Bacalah
kasus Ibu Anas di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan:
Ibu Anas guru kelas
2 SD, mendapatkan masalah. Murid-muridnya tidak bisa tertib berdiri antri di
depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke dalam kelas setelah jam
istirahat usai. Ini tentunya sangat mengganggu proses pembelajaran dimana kelas
tidak dapat mulai tepat waktu karena Ibu Anas sibuk menenangkan murid-muridnya
untuk waktu cukup lama. Akhirnya Bu Anas berpikir cepat, dan mengandalkan
stiker bintang. Setiap murid-muridnya akan masuk kelas usai jam istirahat, Bu
Anas akan mengiming-imingi murid-muridnya dengan stiker bintang.
“Siapa yang dapat
berdiri lurus dan berbaris rapi antri di depan pintu, dapat bintang dari Bu Anas!”
Sebagian besar murid-muridnya menyambut tantangan tersebut, dan langsung
berdiri rapi di depan pintu agar mendapatkan stiker bintang. Hal ini terus
dilakukan Bu Anas selama beberapa minggu, karena cukup berhasil membuat
murid-muridnya berdiri rapi antri di depan pintu. Sampai pada suatu saat Bu
Anas sakit, dan terpaksa digantikan Pak Heru. Pak Heru tidak mengetahui tentang
stiker bintang, dan benar saja, pada saat mau masuk ke kelas usai jam istirahat
murid-murid kelas 2 kembali berebutan masuk kelas. Apa yang terjadi, mengapa?
Jawablah ketiga
pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban rekan Anda.
Berdasarkan teori
motivasi yang telah Anda pelajari pada pembelajaran sebelumnya, kira-kira apa
motivasi murid-murid kelas 2 untuk bersedia berdiri antri sebelum masuk kelas?
Adakah cara lain
agar murid-murid kelas 2 bersedia antri di depan kelas tanpa diberi penghargaan
stiker bintang? Jelaskan.
##
Dihukum
oleh Penghargaan
Saat
kita berulang kali menjanjikan hadiah kepada anak-anak agar berperilaku
bertanggung jawab, atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang
baru, atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang berkualitas, kita
sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya, atau mereka tidak akan memilih untuk
melakukannya.”
(Alfie Kohn)
Alfie Kohn (Punished
by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995) mengemukakan
baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang
yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut Kohn,
secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya.
Kohn
selanjutnya juga mengemukakan beberapa
pernyataan dari hasil pengamatannya selama ini tentang tindakan memberikan
penghargaan yang nilainya sama dengan menghukum seseorang.
Pengaruh
Jangka Pendek dan Jangka Panjang
·
Penghargaan efektif jika kita
menginginkan seseorang melakukan sesuatu yang kita inginkan, dalam jangka waktu
pendek.
·
Jika kita menggunakan penghargaan
lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan bergantung pada penghargaan yang
diberikan, serta kehilangan motivasi dari dalam.
·
Jika kita mendapatkan penghargaan
untuk melakukan sesuatu yang baik, maka selain kita senantiasa berharap
mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita pun menjadi tidak menyadari
tindakan baik yang kita lakukan.
Penghargaan
Tidak Efektif
·
Suatu penghargaan adalah suatu benda
atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan persyaratan: Hanya jika Anda
melakukan hal ini, maka Anda akan mendapatkan penghargaan yang diinginkan.
·
Jika saya mengharapkan suatu
penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil hati,
serta kemungkinan lain kali saya tidak akan berusaha sekeras sebelumnya.
·
Jika kita memberikan seseorang suatu
penghargaan untuk melakukan sesuatu, maka kita harus terus menerus memberikan
penghargaan itu jika kita ingin orang tersebut meneruskan perilaku yang kita
inginkan.
·
Orang yang berusaha berhenti merokok,
atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila diberikan penghargaan
hampir pasti tidak berhasil.
Penghargaan
Merusak Hubungan
·
Ketika seorang diberi penghargaan
atau dipuji di depan orang banyak, maka yang lain akan merasa iri, dan sebagian
dari mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan tersebut.
·
Jika seorang guru sering memberikan
penghargaan kepada murid-muridnya, besar kemungkinan murid-muridnya termotivasi
hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru
tersebut.
·
Penghargaan menciptakan persaingan di
dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan.
·
Mereka yang percaya bahwa mereka
tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba.
·
Penghargaan
Mengurangi Ketepatan
Riset
I:
Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun
diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka
harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda. Gambar-gambar
tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam bentuk
uang) pada saat mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian yang lain
tidak.
Hasil:
Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih
banyak kesalahan.
Riset
II:
Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka diminta
mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali muncul.
Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang benar, dan
sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar.
Hasil:
Anak-anak yang mendapatkan permen
jawabannya banyak yang tidak tepat dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu
jawabannya benar.
Penghargaan
Menurunkan Kualitas
Pengamatan dilakukan
pada sekelompok mahasiswa/i yang sedang kerja praktik di sebuah surat kabar
universitas; saat itu mereka sedang belajar menuliskan sebuah artikel tentang
sebuah judul berita utama. Seiring waktu mahasiswa/i tersebut semakin mampu
bekerja dengan cepat. Kemudian, ada beberapa mahasiswa/i yang dibayar untuk
setiap judul berita utama yang mereka mampu hasilkan, dan setelah beberapa lama
mahasiswa/i yang dibayar ini hasil kinerjanya berhenti berkembang. Mereka yang
tidak menerima bayaran terus berupaya mengasah diri menjadi lebih baik.
Penghargaan
Mematikan Kreativitas
·
Murid-murid diminta berpikir mengenai
hadiah atau penghargaan yang bisa mereka dapatkan bila berhasil menulis sebuah
puisi. Kreatifitas kelompok murid-murid ini menjadi berkurang, dibandingkan
dengan yang tidak diberitahukan tentang hadiah yang bisa mereka terima.
·
Penelitian menunjukkan bahwa
pekerjaan seni atau sebuah penulisan cerita menjadi kurang kreatif bila
dijanjikan sebuah hadiah/penghargaan.
·
Dalam tugas-tugas memecahkan masalah,
para murid memakan waktu lebih lama dan memberikan jalan keluar kurang kreatif,
saat mereka dijanjikan suatu penghargaan.
Penghargaan
Menghukum
·
Penghargaan ‘menghukum’ mereka yang
tidak mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang
mendapatkan ranking kedua akan merasa paling ‘dihukum’.
·
Memberikan penghargaan dan hukuman
adalah hal yang sama, karena keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang.
·
Karena orang pada dasarnya tidak suka
dikendalikan, dalam jangka waktu lama, penghargaan akan terlihat sebagai
hukuman.
·
Jika suatu penghargaan diharapkan,
namun Anda tidak mendapatkannya, Anda akan merasa dihukum.
Motivasi
dari Dalam Diri (Intrinsik)
Saat seorang anak
belajar untuk pertama kali, menggabungkan huruf-huruf dan kata-kata, serta menyadari bahwa ia dapat membaca,
timbul pijar di matanya dan sebuah senyuman di wajahnya. Anak tersebut begitu
gembira bahwa ia telah mempelajari dan menguasai suatu keterampilan baru.
Kesadaran akan kemampuannya bahwa ‘dia’ sudah dapat membaca, sesungguhnya sudah
merupakan sebuah penghargaan.
Jika kita memberikan penghargaan kepada seorang anak pada saat dia sedang merasa bangga dengan pencapaiannya sendiri, maka kita akan mengambil kegembiraan yang saat itu sedang dirasakan secara alamiah.
##
Restitusi:
Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif
Dalam sebuah acara
pesta ulang tahun, teman Anda memecahkan gelas. Apakah Anda akan membiarkan dia
membayar harga gelas yang dipecahkannya?
Anda sudah janji
bertemu dengan teman Anda, namun ternyata dia juga memiliki janji penting
bertemu orang lain di tempat lain, dan Anda terpaksa naik taksi untuk menemui
teman Anda di tempat itu, apakah Anda akan meminta teman Anda membayar biaya
taksi Anda menuju ke tempat tersebut?
Pegawai Anda membuat
kesalahan yang menyebabkan kerugian finansial pada perusahaan, pegawai tersebut
menawarkan untuk bekerja lembur tanpa bayaran, apakah Anda sebagai pemilik
perusahaan akan menerimanya?
Bila ada seseorang
berbuat salah pada Anda, ketika mereka menawarkan sebuah tindakan untuk
memperbaiki kesalahan mereka,
kemungkinan besar, jawaban Anda adalah akan menolak semua tawaran itu,
dan akan bilang, tidak usah, tidak apa-apa. Lupakan saja.
Kebiasaan kita
selama ini, bila ada orang yang berlaku salah pada kita adalah langsung
memaafkan, atau bahkan kita melakukan sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman
atau merasa bersalah. Kita cenderung untuk berfokus pada kesalahan daripada
mencari cara bagi orang yang berbuat kesalahan untuk memperbaiki diri. Kita
lebih fokus pada pada cara mereka membayar akibat dari kesalahan mereka
daripada mengembalikan harga diri mereka. Membuat kondisi menjadi impas,
menjadi lebih penting daripada membuat situasi menjadi benar.
Sebagai
seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan, tindakan mana yang akan
Anda lakukan?
·
Menunjukkan kesalahannya dan
memintanya melihat kesalahannya baik-baik
·
Mengatakan, “Kamu seharusnya tahu
bagaimana kamu seharusnya bertindak”.
·
Mengingatkan murid Anda akan
kesalahannya yang sama di waktu sebelumnya.
·
Bertanya padanya, “Kenapa kamu
melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kamu lakukan?”.
·
Mengkritik dan mendiamkannya
Kalau
Anda melakukan tindakan-tindakan di atas, mungkin Anda akan membuat murid Anda
merasa menjadi anak yang gagal. Pertanyaannya sekarang, bagaimana sebaiknya
respon kita bila ada murid kita melakukan kesalahan? Mari kita baca artikel
ini.
###
Restitusi
Sebuah Cara Menanamkan
disiplin positif Pada Murid
Restitusi adalah
proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka,
sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat
(Gossen; 2004)
Restitusi juga
adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah,
dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan
bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Restitusi membantu
murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya
setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan
orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi
orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya kita
telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi
intrinsik.
Melalui restitusi,
ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan
murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan
untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya.
Restitusi
menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah.
Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi
menang- menang.
Ada peluang luar
biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan, bukankah
pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid perlu bertanggung jawab atas
perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat memilih untuk belajar dari pengalaman
dan membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang.
Ketika guru memecahkan
masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari
keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.
Di bawah ini adalah
ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya.
Restitusi
bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
Dalam restitusi,
ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan untuk menebus kesalahan
dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian yang timbul, atau sekedar
meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka murid yang berbuat salah akan fokus
pada tindakan untuk menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, yang bersifat
eksternal, bukannya pada upaya perbaikan diri, yang lebih bersifat internal.
Biasanya setelah
menebus kesalahan, orang yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan
situasi itu sehingga merasa lega, dan seolah-olah kesalahan tidak pernah
terjadi.
Terkadang bisa juga
muncul perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat salah sebetulnya
merasa tidak rela harus melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Kalautindakan
untuk menebus kesalahan dipahami sebagai hukuman, maka mungkin mereka berpikir
untuk membuat situasinya menjadi impas. Pembalasan seperti ini akan berdampak jangka
panjang karena konfliknya akan tetap ada. Menebus kesalahan itu tidak salah, namun
biasanya tidak membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat.
Restitusi sebenarnya
juga meliputi usaha untuk menebus kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan
inisiatif dari murid yang melakukan kesalahan. Proses pemulihan akan terjadi bila
ada keinginan dari murid yang berbuat salah untuk melakukan sesuatu yang menunjukkan
rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban,
tapi juga bagaimana menjadi orang yang lebih baik dan melakukan hal baik pada orang
lain dengan kebaikan yang ada dalam diri kita.
Ketika murid belajar
dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan, mereka akan
mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa depan untuk menjadi
orang yang lebih baik.
Restitusi
memperbaiki hubungan
Restitusi adalah
tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga membantu
murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan bagaimana mereka
ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan.
Proses ini menciptakan
kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri dan
mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Ketika proses
pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang
apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi
korban.
Restitusi
adalah tawaran, bukan paksaan
Restitusi yang
dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru memaksa
proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya
tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang guru
sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena mereka
menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan kebebasan atau
diasingkan dari kelompok.
Mereka akan percaya
kalau mereka menyakiti orang, maka mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu
impas. Seorang anak yang memukul temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul
aku balik, biar impas”. Memaksa melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan
moral, yaitu kebebasan untuk membuat pilihan.
Oleh karena itu,
penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia
menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi.
Semua orang pasti pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan
paksaan, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka...”
Restitusi
menuntun untuk melihat ke dalam diri
Dalam proses
restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan murid yang
berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang mereka
inginkan.
Untuk membimbing
proses pemulihan diri, guru bisa bertanya pada mereka:
• Kamu ingin menjadi
orang seperti apa?
• Kamu akan
terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah menjadi orang yang
seperti itu?
• Apa yang kamu
percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang lain?
• Bagaimana kamu mau
diperlakukan ketika kamu berbuat salah?
• Apa nilai yang
diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang nilai ini?
• Kalau tidak, lalu
apa yang kamu percaya?
Kita tidak ingin
menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu. Kalau guru
melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat mengatakan,
“Tidak apa-apa kok
berbuat salah”.
Ketika murid sudah
dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka inginkan, guru
bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering hal ini terjadi, apa yang
ia lakukan, ia berada di mana. Murid tidak akan berbohong pada guru.
Restitusi mencari
kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
Untuk berpindah dari
evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami dampak dari
tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham bahwa setiap orang memiliki kebutuhan
dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika murid melakukan
kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba penuhi,
demikian juga kebutuhan orang lain.
Untuk membantu murid
mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka mengenali perasaan
mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan cinta dan
kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban,
menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut akan kelelahan, kelaparan,
menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan bosan menunjukkan
kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan.
Restitusi
diri adalah cara yang paling baik
Dalam restitusi diri
murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk mengomentari
orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser menyatakan,
orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia akan
mengevaluasi orang lain.
3
Tahap Evaluasi Diri:
1. Saya tidak suka
cara saya berbicara padamu
2. Kesalahan yang
saya lakukan adalah
− Saya sebenarnya
punya informasi yang kamu butuhkan
− Saya lelah dan
saya bicara terlalu cepat
− Saya tidak jelas
menyampaikan apa yang saya inginkan
− Pemahaman saya
berbeda dengan pemahamanmu
3. Besok lagi saya
akan
− Menyampaikan
informasi yang saya punya dan kamu butuhkan
− Saya akan bicara
lebih lambat
− Saya akan bicara
lebih jelas tentang keinginan saya
− Menyampaikan
pemahaman saya padamu
Ketika murid bisa
melakukan restitusi diri maka dia akan bisa mengontrol dirinya dengan lebih
baik dengan tujuan yang lebih baik pula.
Ketika Anda
berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10 orang
yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri juga. Mungkin akan ada 1
dari 10 orang yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu untuk
menghukum Anda. Kalau ini terjadi, tanyakan saja, apakah Anda mau menggunakan
kesempatan ini untuk menjelek-jelekkan saya atau Anda mau membuat situasi ini
menjadi lebih baik. Anda mau ke arah mana?
Restitusi
fokus pada karakter bukan tindakan
Dalam proses
restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang seperti
apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada penguatan karakter. Ketika guru membimbing
murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak terlalu
mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara
tentang apa yang akan kamu lakukan besok. Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang
akan lebih suka mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi.
Restitusi
menguatkan
Bisakah momen ketika
murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik?
Jawabnya, tentu
bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat kita bisa
lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya
bukan menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang
bisa murid ubah, dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa
yang dapat kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah?
Restitusi
fokus pada solusi
Dalam restitusi,
guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak focus pada
kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang
salah.
Restitusi
mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya
Mari kita lihat
praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari kelompoknya,
misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif pada saat kegiatan mendengar
dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari kelompoknya, atau anak itu
diminta duduk di
belakang kelas atau di pojok kelas, disuruh keluar kelas ke koridor, ke kantor
guru, seringkali dibiarkan tanpa pengawasan.
Kalau ada anak
remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau mereka jauh
dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa mengajari mereka dan mereka
tidak belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar, bagaimana
nasib generasi kita ke depan? Kalau kita menjauhkan remaja kita, maka mereka
akan putus hubungan dengan kita.
Ketika anak berbuat
salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya bisa
menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita
seharusnya mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha
mengembalikan mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.
Disarikan
dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third
Edition,
Diane
Gossen, 2008
Mengapa
keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
Jawablah
pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.
Mengapa kita memiliki peraturan tentang
penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?
(Kemungkinan
jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’).
2.
Mengapa kita memiliki peraturan
tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?
(Kemungkinan
jawaban Anda adalah ‘untuk kesehatan dan/atau keselamatan’).
Nilai-nilai
keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’,
yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan
tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.
Seseorang akan lebih
tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar
mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.
Murid-murid pun
demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang
peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan
tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga
hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka
tanpa memahami tujuan mulianya.
Pada pembelajaran
Disiplin dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, kita telah mempelajari tentang nilai-nilai
kebajikan yang dapat menjadi landasan kita dalam membuat suatu keyakinan
sekolah atau menentukan visi dan misi atau tujuan dari sebuah
institusi/sekolah.
Penentuan visi
sebuah institusi/sekolah kita terlebih dahulu perlu menentukan nilai-nilai
kebajikan apa yang terpenting bagi institusi tersebut agar dapat mencapai
tujuan mulia yang dicita-citakan.
Selanjutnya kita
akan meninjau kegiatan-kegiatan apa saja yang bisa dilakukan agar dapat
menentukan keyakinan suatu sekolah atau pun keyakinan kelas pada halaman
berikutnya.
Tahapan
menciptakan Program Kebajikan
Lihat daftar
kebajikan yang telah disusun bersama (contoh pada pembelajaran 2.1).
1)
Tentukan nilai-nilai kebajikan yang
ingin dijadikan perhatian utama di sekolah Anda. Curah pendapat dalam kelompok.
2)
Sempurnakan beberapa daftar
nilai-nilai kebajikan yang utama, bahas kembali dalam kelompok utama.
3)
Buatlah poster atau muat di sosial
media keyakinan sekolah/kelas Anda.
Pembentukan
Keyakinan Sekolah/Kelas
·
Keyakinan kelas bersifat lebih
‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
·
Keyakinan kelas berupa
pernyataan-pernyataan universal.
·
Pernyataan keyakinan kelas senantiasa
dibuat dalam bentuk positif.
·
Keyakinan kelas hendaknya tidak
terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
·
Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu
yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
·
Semua warga kelas hendaknya ikut
berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
·
Bersedia meninjau kembali keyakinan
kelas dari waktu ke waktu.
Lihatlah daftar
peraturan di bawah ini kemudian tuliskan keyakinan kelas atau nilai kebajikan
yang dituju dari peraturan tersebut. Adapun nilai-nilai kebajikan yang diterima
secara universal lepas dari latar belakang budaya, bahasa, suku bangsa, maupun
agama berupa hal-hal seperti keadilan, kehormatan, peduli, integritas,
kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung jawab, mandiri, berprinsip,
keselamatan, kesehatan, dan masih banyak lagi nilai-nilai kebajikan universal.
Peraturan-peraturan yang tercantum di sisi kiri tidak terbatas pada peraturan
yang ditemui di kelas atau sekolah, namun peraturan yang biasa kita temui di
sekeliling kita.
Prosedur
Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas
1)
Mempersilakan warga sekolah atau
murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah
pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
2)
Mencatat
semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan
tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota
kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.
3)
Susunlah
keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan
Keyakinan Sekolah/Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi
positif.
Contoh:
Kalimat negatif:
Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif:
Berjalanlah di kelas atau koridor.
4)
Tinjau
kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat.
Anda mungkin akan mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak
yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid
untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan
tersebut.
Contoh:
Berjalan di kelas, Dengarkan Guru,
Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai kebajikan
‘Hormat’. Keyakinan inilah yang
dimasukkan dalam daftar untuk disepakati.
Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke
keyakinan sekolah/kelas.
5)
Tinjau
ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara
bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi
beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang.
Sebaiknya
keyakinan sekolah/kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu
banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk
dijalankan.
6)
Setelah keyakinan sekolah/kelas
selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani
keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.
7)
Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya
bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.
Agar semua warga
kelas dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum dalam keyakinan
kelas, maka selama seminggu di awal tahun ajaran baru dapat didedikasikan untuk
pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan.
Kegiatan-kegiatan
Pendalaman Keyakinan Kelas
1.
Kegiatan Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti
Anggota kelas dibagi
menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok diberikan kertas. Salah satu
anggota kelompok membuat huruf T kapital yang besar (Tabel T). Guru memberikan
salah satu ‘keyakinan kelas’ kepada setiap kelompok. Dua kelompok bisa mendapatkan
keyakinan yang sama bila ada 10 kelompok. Selanjutnya setiap kelompok diminta
untuk bercurah pendapat tentang keyakinan tersebut, tampak seperti apa, tampak
tidak seperti apa. Kemudian hasil curah pendapat setiap kelompok dipresentasikan pada kelompok
besar, dan kertasnya ditempel di sekeliling dinding kelas untuk dapat dilihat
setiap warga kelas agar menguatkan pemahaman.
Contoh
Tampak Seperti/Tidak
Tampak Seperti (Tabel T) dari Keyakinan Kelas 7:
Kegiatan-kegiatan
Pendalaman Keyakinan Kelas
2. Kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu (Tugas
Guru-Tugas Murid)
Salah satu kegiatan
lain yang dapat dilakukan untuk memperdalam keyakinan kelas, adalah mempelajari
tanggung jawab setiap warga kelas. Keyakinan bertanggung jawab serta hak
seseorang adalah sesuatu yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang
menumbuhkan murid yang merdeka:
“...beratlah
kemerdekaan itu! bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus juga
dapat menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. dalam hal
ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang
lain (Ki Hadjar Dewantara, buku kuning, hal.4.)
Pada pekan
pendalaman Keyakinan Kelas, maka murid-murid dapat diajak berdiskusi tentang tanggung
jawab dan hak masing-masing warga kelas, yaitu apa Tugas Guru dan Bukan Tugas
Guru serta Apa Tugas Murid atau Bukan Tugas Murid. Berikut adalah langkah yang
dapat dilakukan dalam mendiskusikan hal tersebut:
Guru akan membuat
bagan berisi 4 kotak.
Masing-masing kotak
diisi judul: Guru-Tugasnya..., Murid-Tugasnya..., Guru-Tugasnya Bukan..,
Murid-Tugasnya Bukan...
Guru bercurah
pendapat dengan dua cara:
Mengajak murid
berpendapat secara individu, atau
Membagi murid dalam
4 atau 8 kelompok, dan setiap kelompok diberikan tugas bercurah pendapat
tentang masing-masing tugas/bukan tugas guru maupun murid.
Hasil dari curah
pendapat Tugas Saya-Tugas Kamu ditempel di dinding kelas agar dapat dilihat
seluruh warga kelas.
Contoh (hasil curah
pendapat guru dan murid-muridnya)
Tugas Saya
(Guru)-Tugas Kamu (Murid) (Kelas 4-8)
5 Kebutuhan Dasar
Manusia menurut Dr. William Glasser dalam “Choice Theory”
Pertanyaan Pemantik:
Ibu
Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi
ulah salah satu murid di kelasnya, Doni.
Beberapa anak di kelas 2A telah datang padanya dan mengeluhkan Doni yang
seringkali meminta bekal makan siang mereka dengan paksa. Jika Anda menghadapi
situasi seperti Ibu Ambar, apa yang akan anda lakukan? Menurut anda, kira-kira
apa alasan Doni melakukan hal itu?
https://www.youtube.com/watch?v=PutanLeh2dI
5
Kebutuhan Dasar Manusia
Seluruh tindakan
manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik
kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang
kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu
kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang
dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan
penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan
mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita
lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.
Kebutuhan
Bertahan Hidup
Kebutuhan bertahan
hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup
misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai bagian dari
proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup.
Komponen psikologis
pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. Dalam kasus Doni di
atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah karena ia lapar
dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka kebutuhan dasar
yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk bertahan hidup
(survival).
Kasih
sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima)
Kebutuhan ini dan
tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk
disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan
untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi
bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung
dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang
peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.
Anak-anak yang
memiliki kebutuhan dasar kasih sayang dan rasa diterima yang tinggi biasanya
ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan orang
tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya
sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok.
Dalam kasus diatas,
apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal temannya karena dia
merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika temannya melaporkan
tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang tuanya, sehingga
orang tuanya jadi memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang sedang dipenuhi
Doni adalah kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima.
Penguasaan
(Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
Kebutuhan ini
berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi
terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan memiliki
rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa
membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi
self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.
Anak-anak yang
memiliki kebutuhan dasar akan penguasaan yang tinggi biasanya selalu ingin
menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan merasa
kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan selalu
ingin mencapai yang terbaik.
Dalam kasus diatas,
apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena temannya jadi takut dengan
dia dan menuruti keinginannya, maka sebetulnya Doni sedang berusaha memenuhi
kebutuhan dasarnya akan kekuasaan.
Kebebasan
(Kebutuhan Akan Pilihan)
Kebutuhan untuk
bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan mampu
mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang
tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba,
tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.
Bila jawaban Doni
dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal makanan yang
dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya selalu membawakan bekal yang sama,
oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang beraneka ragam,
maka Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kebebasan.
Kesenangan
(Kebutuhan untuk merasa senang)
Kebutuhan akan
kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa.
Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser menghubungkan
kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat
intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain,
mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda.
Anak-anak dengan
kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati apa yang
dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi.
Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu
dan juga menggemaskan. Bahkan saat mereka bertingkah laku buruk, mereka masih
terlihat lucu.
Dalam kasus diatas,
bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan ia menikmati
ekspresi wajah teman-temannya yang kesal karena diambil makanannya dan menurut
dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang berusaha memenuhi
kebutuhannya akan kesenangan.
Bapak Ibu Calon Guru
Hebat!
Semua orang
senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Bila
mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif, mereka
akan mencoba mendapatkannya dengan cara yang negatif.
Seorang murid yang
tidak begitu berhasil secara akademik mungkin kebutuhannya akan kekuasaan tidak
terpenuhi di sekolah. Oleh karena itu, mungkin dia akan mencoba untuk memenuhi
kebutuhan kekuasaannya, dengan mencoba mengatur orang lain di lapangan bermain,
atau bahkan menyakiti mereka secara fisik.
Sebagai guru, kita dapat melibatkannya dalam kegiatan yang memberi
peluang murid tersebut membuat pencapaian yang berarti.
Seorang yang tidak
merasa diterima oleh teman-temannya, kebutuhannya akan cinta dan kasih sayang
tidak terpenuhi, oleh karena itu dia mungkin akan memiliki satu teman dan
memisahkan diri yang lain. Sebagai guru, kita bisa membangun hubungan yang bisa
membangun kepercayaan dan keintiman dengan anak ini.
Bagaimana Bapak Ibu,
apakah sekarang sudah paham perbedaan dari kelima kebutuhan dasar?
Coba pikirkan
bagaimana selama ini Anda memenuhi kebutuhan dasar Anda.
Isilah setiap bagian
lingkaran dengan nama orang, benda atau apapun yang dapat memenuhi setiap
kebutuhan dasar itu, dari cinta, penguasaan, kesenangan, atau kebebasan.
Sebutkan
Kebutuhan apa yang sedang berusaha dipenuhi oleh anak-anak ini.
Bimo,
seorang anak TK B, selalu berlari keluar kelas menuju jalan raya di depan
sekolahnya yang ramai dengan kendaraan.
Tingkahnya membuat guru, Bu Ani, bingung dan seringkali lari
mengejarnya. Ada beberapa kemungkinan jawaban yang diberikan Bimo.
Identifikasi kebutuhan
yang ingin dipenuhi oleh Bimo jika respon Bimo seperti di kolom sebelah kiri.
Kesenangan |
Cinta
dan kasih sayang |
kebebasan |
Penguasaan |
1)
“Aku
senang main kejar-kejaran dengan ibu guru, seru!”
2)
“Ibu
kejar aku karena Ibu guru sayang aku.”
3)
“Aku
hebat kan, bisa bikin Ibu guru kejar
aku.”
4)
“Aku
bosen belajar mewarnai terus di dalam kelas”.
Dinda,
seorang anak kelas 3 SD, begitu tiba di rumah sepulang dari sekolah, menangis dan mengadu pada ibunya bahwa dia
benci pada Ibu Rani, gurunya.
Menurut Anda,
kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Dinda, jika jawabannya seperti ini?
1)
“Ibu
guru bilang, aku tidak boleh bersenandung sewaktu mengerjakan tugas, katanya
kelas harus tenang, tidak ada suara. Kan enggak seru jadinya”
2)
“Ibu
guru tidak menyapaku hari ini, padahal aku pakai jepit rambut baru”
3)
“Aku
sebel, gambarku tidak rapi, malah Ibu guru nunjukin ke teman-temanku di depan
kelas”
4)
“Aku
bosen, masa belajarnya cuma gitu-gitu aja..dengerin Ibu Guru aja”
Tahun ini Dimas genap berusia 17 tahun. Ia senang
sekali ketika ayahnya mulai mengajarkan cara menyetir mobil. Setiap akhir pekan
ia berlatih menyetir. Ia terlihat senang sekali berlatih sampai akhirnya ia
bisa menyetir mobil dengan baik dan lancar. Ketika Ibunya bertanya pada Dimas,
apa yang membuat dia ingin bisa menyetir mobil, ketika jawaban Dimas adalah
seperti ini, kebutuhan apa yang ingin dia penuhi?
1)
“Menyetir mobil itu seru.”
2)
“Biar
bisa jalan-jalan naik mobil sama teman-temanku.”
3)
“Aku
merasa bangga dan keren”
4)
“Aku
senang bisa pergi ke tempat-tempat yang aku suka.”
Ichsan,
siswa kelas 10A, SMA Karakter Mulia. Ia anak yang pendiam dan pemalu. Selama
jam istirahat, ia lebih banyak membaca buku di perpustakaan atau berdiam diri
di kelas. Hari itu adalah hari technical meeting lomba debat antar SMA yang
juga diikuti oleh tim debat SMA Karakter Mulia. Tiba-tiba ada kabar bahwa Adit,
anak kelas 10B, yang sudah didaftarkan mengikuti lomba debat mewakili sekolah,
sakit demam berdarah dan dirawat di Rumah Sakit sehingga tidak bisa menghadiri
acara technical meeting lomba debat di hari itu.
Kepala sekolah
bertanya pada guru-guru, siapa yang sebaiknya menggantikan Adit. Guru-guru
sepakat merekomendasikan Ichsan karena kinerjanya yang bagus di pelajaran
Bahasa Inggris dan pengetahuannya yang luas. Ichsan akhirnya menghadiri
technical meeting hari itu. Setelah itu ia berlatih debat bersama anggota tim
debat yang lain, Shinta dan Indra, di
bawah bimbingan Pak Frans, guru pelatih debat. Mereka mewakili sekolah, dan tim
debat SMA Karakter Mulia menjadi juara umum. Sejak saat itu Ichsan berubah menjadi
anak yang lebih percaya diri, tidak
pemalu dan pendiam lagi.
Semua murid dan guru
mengenalnya sebagai Ichsan si juara kompetisi debat. Pada jam istirahat ia
banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia juga semakin rajin
berlatih debat dan mengikuti berbagai lomba debat. Ia menjadi ketua klub debat
di sekolahnya. Ia giat mempromosikan klub debat agar anggotanya bertambah dan
ia juga bersemangat melatih juniornya di klub debat sekolah.
Kira-kira
kebutuhan dasar mana yang terpenuhi pada Ichsan sehingga membuatnya berubah?
Jelaskan.
Dunia
Berkualitas
Bapak dan Ibu Calon
Guru Hebat
Setelah belajar
tentang 3 Motivasi Perilaku Manusia di modul 1.2 dan 5 Kebutuhan Dasar Manusia
untuk memahami alasan-alasan yang mendasari tindakan manusia, mari kita belajar
tentang Dunia Berkualitas dengan membaca deskripsi di bawah ini:
Dunia
Berkualitas
Dunia Berkualitas
Anda adalah tempat khusus dalam pikiran Anda, tempat Anda menyimpan gambaran
representasi dari semua yang Anda inginkan: bisa berisi orang-orang, hal-hal
dan apa saja yang terbaik dalam hidup Anda dan membuat Anda merasa bahagia dan
terpenuhi kebutuhan dasar Anda. Dr. William Glasser menyebutnya seperti semacam
album foto sehingga isinya tidak akan terlalu banyak, hanya akan terdiri dari beberapa
hal saja yang sangat signifikan dan benar-benar terbaik dalam hidup Anda yang
membuat hidup Anda menjadi lebih bermakna. Kebutuhan dasar bersifat lebih umum
dan universal, sedangkan dunia berkualitas lebih unik dan personal.
Orang, tempat,
benda, nilai-nilai, dan kepercayaan yang penting bagi Anda akan termasuk di
sana. Untuk masuk ke dunia berkualitas, syaratnya adalah bahwa sesuatu itu
harus terasa sangat baik bagi Anda dan memenuhi setidaknya satu atau lebih
kebutuhan dasar Anda. Dalam menentukan segala sesuatu yang masuk dalam dunia
berkualitas, tidak perlu kita terlalu mempertimbangkan standar masyarakat
tentang apa saja yang penting dan yang tidak. Gambaran dunia berkualitas adalah
unik dan spesifik untuk setiap orang. Jika Anda bisa hidup di dunia berkualitas
Anda, hidup akan sempurna buat Anda, tapi sayangnya, Anda tidak bisa tinggal di
sana.
Murid kita juga
mempunyai gambaran dunia berkualitas mereka. Tentunya sebagai guru kita ingin
mereka memasukkan hal-hal yang bermakna dan nilai-nilai kebajikan yang hakiki
ke dalam dunia berkualitas mereka. Bila guru dapat membangun interaksi yang
memberdayakan dan memerdekakan murid, maka murid akan meletakkan dirinya
sendiri sebagai individu yang positif dalam dunia berkualitas karena mereka
menghargai nilai-nilai kebajikan.
Tugas 2.4
Dalam lingkaran di
bawah ini, buatlah gambar atau kata-kata yang menggambarkan hal-hal yang Anda
miliki dalam Dunia Berkualitas Anda saat ini.
Untuk membantu Anda,
jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
·
Siapakah orang-orang yang paling
penting dalam hidup Anda?
·
Nilai-nilai kebajikan apa yang
terpenting dalam hidup Anda?
·
Kalau Anda menjadi orang yang ideal,
karakter atau sifat apa yang Anda paling inginkan ada pada diri Anda?
·
Apa pencapaian Anda yang Anda sangat
banggakan?
·
Apa pekerjaan ideal bagi Anda?
·
Ceritakan bagian perjalanan hidup
Anda, dimana Anda merasa itulah titik puncak hidup Anda?
·
Apa yang paling bermakna dalam hidup
Anda?
Setelah belajar
mengenai dunia berkualitas, mari kita pikirkan, bagaimana kira-kira murid-murid
kita dan guru-guru di sekolah kita selama ini meletakkan sekolah dan pengalaman
mereka di sekolah sehubungan dengan dunia berkualitas? Apakah di dalamnya atau
di luar dunia berkualitas?
Bila anda berada
dalam posisi sebagai pemimpin di sekolah Anda, bagaimana Anda akan menggunakan
informasi tentang kegiatan dunia berkualitas yang dilakukan oleh murid-murid
dan guru-guru di sekolah Anda dalam proses pembentukan budaya positif?
##
Restitusi
- Lima Posisi Kontrol
Pertanyaan
Pemantik
Bacalah kasus-kasus
di bawah ini, dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang tersedia:
Tisa dan Hana
dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA Makmur. Ibu Dewi baru
saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa Hana menggunakan kata-kata
kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial media.
Anto jarang sekali
hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun, Anto seringkali
menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman-temannya. Hal ini sudah
sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang mengikuti pembelajaran
daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di pembelajaran jarak jauh.
Bila
Anda adalah seorang kepala sekolah, penerapan disiplin apakah yang akan Anda
lakukan untuk kasus Hana dan kasus Anto? Mengapa?
5
Posisi Kontrol
Berikut ini akan
disampaikan suatu program disiplin positif yang berpusat pada murid, yang
dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut dengan
5 Posisi Kontrol.
Diane Gossen dalam
bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa
guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas
mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan
memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan
berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5
posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam
melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat
Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.
Mari kita tinjau
lebih dalam kelima posisi kontrol ini. Dibagian bawahnya adalah contoh peragaan
yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur (2007) di mana ada seorang murid
yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada dialog antara seorang
guru dengan murid tersebut, serta bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin
dengan menggunakan kelima posisi kontrol untuk kasus yang sama: Adi yang
terlambat hadir di sekolah .
Penghukum
Seorang penghukum
bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan
posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau
alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang
menerapkan posisi penghukum akan berkata:
“Patuhi
aturan saya, atau awas!”
“Kamu
selalu saja salah!”
“Selalu,
pasti selalu yang terakhir selesai”
Guru seperti ini
senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu
cara dia.
Penghukum (Nada
suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik):
“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu
datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?”
Tanyakan
kepada diri Anda:
Bagaimana perasaan
murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat?
Hasil:
Kemungkinan
murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali
duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih
buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan
akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.
Pembuat
Merasa Bersalah
Pada posisi ini
biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan
menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah,
atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:
“Ibu
sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa
kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana
coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”
Di posisi ini murid
akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak
berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.
Pembuat Merasa
Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak, lesu):
“Adi,
kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat
lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa
sekali.”
Bagaimana perasaan
murid bila ditegur seperti cara ini?
Hasil:
Murid
akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid
akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang
lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena
emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid
dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun
dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus
amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Teman
Guru pada posisi ini
tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui
persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini
berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman
menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan
berkata:
“Ayo
bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo
ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya
sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.
Hal negatif dari
posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid
akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa
dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah
murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya.
Murid akan tergantung pada guru tersebut.
Teman (nada suara:
ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum
jenaka)
“Adi,
ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa
terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu
sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).
Bagaimana perasaan
murid dengan sikap guru seperti ini?
Hasil:
Murid
akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif,
hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila
ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya.
Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang
menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru
atau orang lain.
Pemantau
Memantau berarti
mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku
orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada
peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi,
kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang
yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya
apa?”
“Apa
yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi
atau konsekuensinya apa?”
Seorang pemantau
sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai
bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip
catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori
stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Pemantau (nada suara
datar, bahasa tubuh yang formal):
Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?”
Adi: “Tahu
Pak!”
Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah
mengerti konsekuensi yang harus dilakukan bila terlambat?”
Adi: “Paham
Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas
ketertinggalan saya.”
Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat
kamu harus tinggal di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi.
Saya tunggu”
Bagaimana perasaan
murid diperlakukan seperti ini?
Hasil:
Murid
memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu
peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi
marah atau membuat merasa berbuat salah.
Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada
waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memantau murid pada
saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal
seorang diri.
Manajer
Posisi terakhir,
Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar
dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah
memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian,
bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila
diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang
merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada
Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya
sendiri. Di manajer, murid diajak untuk
menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan
bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan
murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata
“Apa
yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah
kamu meyakininya?”
“Jika
kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika
kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa
rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas seorang
manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk
dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari
kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik
dan kuat.
Bisa jadi dalam
praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau
Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau
diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi
kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah
murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas
segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan
yang positif, nyaman, dan aman.
Manajer (nada suara
tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):
Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa
sekolah dimulai?”
Adi: “Tahu
Pak, jam 7:00!”
Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana
kamu akan memperbaiki masalah ini?”
Adi: “Saya
bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”
Guru: “Baik,
itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir
tepat waktu ke sekolah?”
Adi: “Tidak
Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”
Guru: “Baik.
Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri”
Bagaimana perasaan murid
diperlakukan seperti ini?
Pada posisi Manajer
maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan
suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap
seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda
gurau menempatkan diri sebagai teman murid.
Fokus ada pada
murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui
adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi
Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa peraturannya? Namun pada
posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari
jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.
5
Posisi Kontrol Restitusi - Diane Gossen
Selanjutnya, silakan
Anda melihat video tentang kasus murid yang terlambat dengan kelima posisi
kontrol Restitusi - Diane Gossen. Diharapkan setelah Anda melihat video
tersebut Anda memiliki pemahaman yang lebih baik tentang Restitusi - 5 Posisi
Kontrol, seperti tertera di tabel di bawah ini: https://www.youtube.com/watch?v=YxKXGnQz1P0
Tugas Mandiri
Siapa
yang Mengatakan
Silakan Anda
melakukan kegiatan di bawah ini secara mandiri, berdasarkan pemahaman Anda
setelah membaca tentang 5 posisi kontrol.
Isilah kolom “Siapa
yang Mengatakan” dengan posisi kontrol mana yang sering mengucapkan
pernyataan-pernyataan yang tersedia.
Penghukum |
Pemantau |
Teman |
Manajer |
Pembuat
Merasa Bersalah |
|
“Saya kecewa sekali
dengan kamu…”
https://storage.googleapis.com/guru-lms-gtk-content-cdn-production/PGP%202023/Modul%201.4/Pembelajaran
No comments:
Post a Comment