Modul 3.2. CGP 11/2024
MODUL
3.2. PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Kompetensi Lulusan yang Dituju
Modul
ini diharapkan berkontribusi untuk mencapai kompetensi lulusan sebagai berikut:
1.
Calon Guru Penggerak melakukan
pendampingan kepada seluruh komunitas sekolah untuk dapat menggunakan
pendekatan reflektif dan iteratif dalam mengelola program dan sumber daya
sekolah.
2.
Calon Guru Penggerak merencanakan,
menginisiasi dan mengorganisasi kerangka program pengembangan sekolah yang
mendorong kepemimpinan murid berbasis data dan bukti.
3.
Calon Guru Penggerak memfasilitasi
pelibatan orang tua/wali murid dan masyarakat dalam pengembangan sekolah untuk
peningkatan kualitas belajar murid.
Capaian Pembelajaran Umum
Secara
umum, profil kompetensi Calon Guru Penggerak yang ingin dicapai dari modul ini
adalah CGP mampu:
1.
Mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber daya dari berbagai sumber yang sah untuk menjalankan program sekolah.
2.
Menggunakan sumber daya sekolah
secara efektif untuk meningkatkan kualitas belajar.
Capaian Pembelajaran Khusus
Secara
khusus, modul ini diharapkan dapat membantu Calon Guru Penggerak untuk mampu:
1.
Menganalisis aset dan kekuatan dalam
pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.
2.
Merancang pemetaan potensi yang
dimiliki sekolahnya menggunakan pendekatan Pengembangan Komunitas berbasis Aset
(Asset-Based Community Development).
3.
Menunjukkan sikap aktif, terbuka,
kritis dan kreatif dalam upaya pengelolaan sumber daya.
Isi Materi Modul
1. Sekolah sebagai Ekosistem
Ekosistem
merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup
dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling
menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu.
Jika
diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah
adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik
(unsur yang hidup) dan abiotik
(unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya
sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem
sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan
keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor
biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya
adalah:
·
Murid
·
Kepala Sekolah
·
Guru
·
Staf/Tenaga Kependidikan
·
Pengawas Sekolah
·
Orang Tua
·
Masyarakat sekitar sekolah
·
Dinas terkait
·
Pemerintah daerah
Selain
faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor
abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang
keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah:
● Keuangan
● Sarana dan
prasarana
● Lingkungan alam
2. Pendekatan Pengembangan
Komunitas Berbasis Aset
Pendekatan
dapat dikatakan sebagai cara pandang atau cara berpikir kita melihat sesuatu.
Dalam konteks modul ini, pendekatan berbasis aset atau berbasis defisit berarti
bagaimana kita memandang sumber daya sekolah, apakah dianggap sebagai aset/kekuatan
atau kekurangan/masalah.
Pendekatan
berbasis kekurangan/masalah (deficit-based
approach) akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang
kurang, dan apa yang tidak berfungsi dengan baik. Kita mengeluhkan banyak
fasilitas sekolah yang tidak berfungsi baik, buku ajar yang tidak lengkap, atau
sekolah yang tidak tidak memiliki laboratorium.
Kekurangan
yang dimiliki mendorong cara berpikir negatif sehingga fokus kita adalah bagaimana
mengatasi semua kekurangan atau apa yang menghalangi tercapainya kesuksesan
yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang
tidak nyaman dan curiga yang dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang
yang ada di sekitar.
Pendekatan
berbasis aset (asset-based approach)
adalah sebuah konsep yang
dikembangkan
oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir
positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukenali
hal-hal yang positif dalam kehidupan.
Dengan
menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan
perhatian pada apa yang berjalan dengan baik, yang menjadi inspirasi, yang
menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.Green & Haines (2010)
menjelaskan kecenderungan cara pandang yang menggunakan pendekatan berbasis
kekurangan dengan pendekatan berbasis aset seperti yang dapat dilihat dari
tabel di bawah ini.
Berbasis pada kekurangan/masalah/hambatan |
Berbasis pada aset/kekuatan |
Fokus
pada masalah dan isu |
Fokus
pada aset dan kekuatan |
Berkutat
pada masalah utama |
Membayangkan
masa depan |
Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa
yang kurang? |
Berpikir tentang kesuksesan yang
telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut. |
Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi
lain |
Mengorganisasikan kompetensi dan sumber
daya (aset dan kekuatan) |
Merancang program atau proyek untuk
menyelesaikan masalah |
Merancang sebuah rencana
berdasarkan visi dan kekuatan |
Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan
proyek |
Melaksanakan rencana aksi yang
sudah diprogramka |
Peserta
menonton video tentang Deficit &
Asset Based Approach: “Pendekatan Berbasis Kekurangan dan Berbasis
Kekuatan”
Pendekatan
berbasis aset ini juga digunakan sebagai dasar paradigma Inkuiri Apresiatif (IA)
yang sudah dibahas sebelumnya pada modul 1.3, dimana paradigma IA ini percaya bahwa
setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan.
Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi.
Dalam
implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang
telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak
pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.
Menurut
Cooperrider & Whitney (2005), Inkuiri Apresiatif adalah suatu filosofi,
landasan berpikir, yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif
dalam diri seseorang, organisasi, dan dunia sekitarnya, baik dari masa lalu,
masa kini, maupun masa depan. Merekapun mengatakan bahwa saat ini kita hidup
pada zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap hal yang
baik dan benar.
Mata
yang mampu membukakan kemungkinan perbaikan dan memberikan apresiasi atas hal
yang sudah berjalan baik. Bila sebuah organisasi lebih banyak membangun sisi positif
yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut dipastikan
akan meningkat dan kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan
Pendekatan ABCD (Asset-Based
Community Development)
Satuan
pendidikan sebagai sebuah komunitas, mempunyai hak mengatur, melaksanakan, dan
mengawasi kegiatan pendidikan agar efisiensi dan efektivitas penyelenggara
pendidikan dapat tercapai seperti yang diisyaratkan dalam standar pengelolaan
pendidikan. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan secara efektif dan efisien,
tentu membutuhkan peran seluruh warga sekolah. apa yang dapat dikelola dari
sekolah Bpk/Ibu melalui pendekatan komunitas berbasis aset agar efisien dan
efektif?
Asset-Based
Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita sebut dengan Pengembangan
Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang dikembangkan
oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, di mana keduanya adalah pendiri dari
ABCD Institute di Northwestern University, Amerika Serikat ABCD dibangun dari
kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota komunitas,
kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk
menciptakan
kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010).
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap
pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan,
dan kekurangan yang ada pada suatu komunitas. Pendekatan tradisional tersebut
menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dan dengan demikian dapat
menyebabkan anggota komunitas menjadi merasa tidak berdaya, pasif, dan selalu bergantung
dengan pihak lain.
Pendekatan
PKBA menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan
ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan,
dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat
komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar
penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk
dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset
tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut
Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif.
Pendekatan
PKBA menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan
tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di
dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan.
Pendekatan
PKBA berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas,
dimana selama ini komunitas sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah
yang sedang dihadapi. PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh
pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community[1]driven
development. Di dalam buku ‘Participant
Manual of Mobilizing Assets for Community-driven Development’, Cunningham
(2012) menuliskan bahwa Community[1]driven Development
adalah proses dimana sekelompok orang (dalam suatu kegiatan, organisasi, atau
lingkungan) yang dimotivasi oleh peluang yang ada akan melakukan suatu usaha
hanya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri (minimal pada awalnya).
Seorang pemimpin akan berperan sebagai fasilitator dalam menggerakkan dan
memimpin komunitasnya.
Sekolah
bisa kita pandang sebagai sebuah komunitas. Karena itu, sekolah dapat belajar tentang
bagaimana menjadi komunitas yang sehat dan tangguh. Bank of I.D.E.A.S (2014) menyebut
bahwa karakteristik komunitas yang sehat dan resilien adalah sebagai berikut:
1.
Mempraktikkan dialog berkelanjutan
dan partisipasi anggota masyarakat, yaitu perilaku yang menghargai keragaman
dan mendorong dialog penduduk yang aktif, partisipasi dan kepemilikan
masyarakat atas masa depan. Apabila kita aplikasikan ke sekolah bagaimana
dialog berkelanjutan terjadi yang sekaligus mendorong perilaku yang menghargai
keragaman antar warga sekolah demi masa depan murid-murid.
2.
Menumbuhkan komitmen terhadap tempat,
yaitu perilaku akan memperkuat koneksi warga baik komunitas, lingkungan, dan
ekonomi lokal mereka. Apabila diaplikasikan ke sekolah, bagaimana memperkuat
komitmen warga sekolah untuk saling bergotong royong demi kemajuan murid-murid.
3.
Membangun koneksi dan kolaborasi,
yaitu perilaku yang mendorong perencanaan dan tindakan kolaboratif, jaringan
dan hubungan yang kuat antara penduduk, organisasi, bisnis, dan komunitas. Jika
diaplikasikan ke sekolah, maka sekolah harus mendorong perencanaan dan tindakan
dilakukan secara kolaboratif.
Hubungan dan
jejaring antara warga sekolah, masyarakat sekitar, organisasi yang ada, dan
aset lainnya juga harus terjalin. Membangun dan membina hubungan antara warga
sekolah, seperti hubungan guru-guru, guru –kepala sekolah, guru – murid – guru,
guru – staf sekolah – guru, staf sekolah –murid – staf sekolah, ataupun kepala
sekolah – murid – kepala sekolah menjadi sangat penting untuk membangun sekolah
yang sehat dan inklusif.
4.
Mengenal dirinya sendiri dan
membangun aset yang ada, yaitu perilaku yang menemukan, memetakan,
menghubungkan, dan memanfaatkan sumber daya seluruh komunitas yang ada. Sekolah
harus dibangun dengan melihat pada kekuatan, potensi, dan tantangan. Kita harus
bisa fokus pada pembangunan sumber daya yang tersedia, kapasitas yang kita
miliki, serta kekuatan dan aspirasi yang sudah ada.
5.
Membentuk masa depannya, yaitu
perilaku yang memungkinkan visi komunitas bersama tentang masa depan,
sebagaimana tercermin dalam tujuan praktis komunitas, rencana aksi, dan
peringkat prioritas, ditambah dengan keinginan untuk tidak membahayakan
kesejahteraan generasi mendatang. Sekolah menciptakan visi sebagai perwakilan
dari cita-cita yang ingin diwujudkan pada murid-muridnya.
6.
Bertindak dengan obsesi ide dan
peluang, yaitu perilaku yang mendorong pencarian tanpa akhir untuk ide-ide baru
dan tepat, kemungkinan pengembangan dan sumber daya internal dan eksternal.
Dalam setiap unsur sekolah, pasti ada
sesuatu yang berhasil. Dari pada menanyakan “Ada masalah apa?” dan “Bagaimana
memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “Apa
yang telah berhasil dilakukan?” dan “Bagaimana
mengupayakan agar lebih baik lagi?”
7.
Merangkul perubahan dan bertanggung
jawab, yaitu perilaku yang memperkuat kemampuan masyarakat untuk mengatasi
perubahan dan pulih dari krisis, pola pikir yang berfokus pada optimisme,
harapan, dan yakin bahwa 'kita bisa melakukannya'. Titik awal
perubahan pada sekolah selalu pada perubahan pola pikir (mindset) dan sikap yang positif.
8.
Menghasilkan kepemimpinan, yaitu
perilaku yang terus-menerus memperluas dan memperbaharui kapasitas kepemimpinan
masyarakat. Faktor utama dalam perubahan yang berkelanjutan di sekolah adalah
kepemimpinan lokal dan pengembangan dan pembaharuan kepemimpinan itu secara
terus menerus.
3. Tujuh Modal Utama
Aset
–Aset dalam Sebuah Komunitas
Standar sarana dan
prasarana merupakan kriteria minimal yang harus dipenuhi oleh sekolah berkaitan
dengan tempat belajar, tempat berolahraga, tempat ibadah, laboratorium,
perpustakaan, bengkel kerja, tempat bermain, dan lainnya.
Apabila sekolah
Bpk/Ibu hanya memiliki kriteria minimal dari standar sarana dan prasarana, apa
yang dapat dilakukan oleh Ibu/Bpk untuk tetap menghasilkan kualitas pendidikan yang
optimal?
Sebagai sebuah
komunitas, sekolah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya sama seperti
komunitas pada umumnya. Pemanfaatan sumber daya yang dimiliki sekolah dapat
memanfaatkan konsep yang digunakan pada pendekatan pengembangan komunitas
berbasis aset.
Kita dapat meminjam
kerangka dari Green dan Haines
(2016), yang memetakan 7
aset utama, atau di dalam buku ini disebut sebagai modal
utama.
Tujuh
modal utama ini merupakan salah satu alat yang
dapat membantu menemukenali sumber daya yang menjadi aset sekolah. Dalam
pemanfaatannya, ketujuh aset ini dapat saling beririsan satu sama lain.
Misalnya modal budaya dapat beririsan dengan modal agama.
Selengkapnya kita
bisa pelajari berikut ini.
1.
Modal Manusia
● Sumber daya
manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat
penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga
diri seseorang.
● Pemetaan modal
atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan, kecerdasan,
dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau
dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan
sesuatu yang berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala.
● Pendekatan lain
mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang yang
berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok
orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok.
Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam
mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi. Kecakapan yang berhubungan dengan seni
dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.
2.
Modal Sosial
● Modal sosial
dimaknai sebagai norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di
dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan
jaringan (networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
● Ini juga dapat
dimaknai sebagai investasi yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan
organisasi dalam komunitas hidup berdampingan, contohnya adanya kepemimpinan,
kerjasama, saling percaya, dan rasa memiliki masa depan yang sama
● Contoh-contoh yang
termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah suatu
kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas dua orang
atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling
berbagi untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang
bersifat formal maupun nonformal.
Beberapa contoh tipe
asosiasi adalah
berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, atau kesamaan hobi. Terdapat beberapa
macam bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga), misalnya asosiasi dan
institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai struktur organisasi yang
jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses pengembangan
komunitas masyarakat.
3.
Modal Politik
● Modal politik
tidak hanya dimaknai sebagai sebuah aktivitas demokratis dalam tataran politik
praktis tapi merupakan kemampuan kelompok untuk memengaruhi distribusi sumber
daya di dalam unit sosial.
● Sebagai kendaraan
dalam mencapai tujuan, modal politik berkaitan dengan kekuasaan dan kebijakan.
Modal politik juga menjadi sebuah instrumen melalui sumber daya manusia yang
dapat memengaruhi kebijakan untuk mencapai kepentingan. Selain itu, modal
politik dapat bersifat struktural apabila merujuk pada atribut-atribut dalam
sistem politik yang menajamkan partisipasi dalam pengambilan keputusan
● Modal politik
sebagai sebagai salah satu aset sekolah dapat digunakan untuk melahirkan kebijakan-kebijakan
yang berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran. Misalkan seorang
kepala sekolah dengan kewenangan yang dimilikinya, menggunakan kewenangannya
untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mengakomodir kepentingan warga sekolah
dan peningkatan kualitas
pembelajaran yang
berpihak pada murid.
4.
Modal agama dan budaya
● Agama merupakan
suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk mengintegrasikan
perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah maupun
simbolik. Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya
kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan.
● Kebudayaan merujuk
pada hasil cipta dan karya manusia yang unik yang lahir dari serangkaian ide,
gagasan, norma, perilaku, serta benda. Modal budaya dijelaskan dari tiga hal,
yaitu keadaan yang melekat dan mewujud, seperti nilai dan tradisi yang dianut
dan berkembang dalam masyarakat; keadaan konkret hasil cipta dan karya, seperti
lukisan, buku, mesin, kerajinan tangan, dan semua benda yang dihasilkan oleh
manusia sebagai bentuk kreativitas; dan sebuah bentuk yang dapat dipelajari
melalui kualifikasi akademik, yaitu sekolah.
● Identifikasi dan
pemetaan modal budaya dan agama merupakan langkah yang sangat penting untuk
melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu
komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung
atau tidak langsung di dalamnya.
● Sangat penting kita mengetahui
sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat
serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan
sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama.
5.
Modal Fisik
Terdiri atas dua
kelompok utama, yaitu:
● Bangunan yang bisa
digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium,
pertemuan, ataupun pelatihan.
● Infrastruktur atau
sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan,
jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan
lain-lain.
6.
Modal Lingkungan/alam
● Bisa berupa
potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya
pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi,
udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
● Tanah untuk
berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti
kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali.
7.
Modal Finansial
● Dukungan keuangan
yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat
digunakan untuk
membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.
● Modal finansial
termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak, hibah,
gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.
● Modal finansial
juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar,
bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk[1]produk yang bisa
dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan
menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.
Alur
Belajar MERDEKA
Pertanyaan Pemantik
Sebelum
melakukan telaah materi, silakan Anda mempelajari terlebih dahulu pertanyaan pemantik berikut ini:
1.
Apabila kita menganggap sebuah
sekolah adalah sebuah ekosistem dengan faktor biotik dan abiotik yang ada di
dalamnya, maka faktor-faktor apa saja
yang termasuk dalam kelompok biotik dan abiotik?
2.
Bagaimanakah seharusnya seorang
kepala sekolah berperan dalam mengelola ekosistem sekolahnya?
3.
Kemampuan apa saja yang harus
dimiliki oleh seorang kepala sekolah sebagai pemimpin ekosistem sekolah?
4.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang
kepala sekolah dalam mengelola sumber daya sekolah secara efektif dan efisien?
5.
Seberapa besar dampak sumber daya
(fasilitas) yang sekolah miliki untuk memfasilitasi proses pembelajaran murid
saat ini? Jelaskan!
6.
Sejauh mana sumber daya sekolah yang
kita miliki sudah kita gunakan secara efektif untuk mendukung kualitas
pembelajaran di sekolah? Jelaskan!
7.
Adakah cara alternatif yang bisa kita
lakukan untuk memaksimalkan sumber daya yang sudah ada demi meningkatkan kualitas
pembelajaran murid?
8.
Sudahkah sekolah memanfaatkan apa
yang ada di lingkungan sekitar? Bagaimana pemanfaatannya?
Studi Kasus 1
Ibu
Lilin adalah salah satu guru di SMP favorit yang selalu diincar oleh para orang
tua. Sekolah tersebut juga selalu
menduduki peringkat I rerata perolehan nilai UN. Murid-murid begitu kompetitif
memperoleh nilai ulangan dan prestasi lainnya, dan dalam keseharian proses
belajar mengajar, murid terlihat sangat patuh dan tertib. Bahkan, ada yang
bergurau bahwa murid di sekolah favorit tersebut tetap antusias belajar
meskipun jam kosong.
Keadaan
berubah semenjak regulasi PPDB Zonasi digulirkan. Ibu Lilin mulai sering marah-marah di kelas
karena karakter dan tingkat kepandaian murid-muridnya yang heterogen. Sering terdengar, meja guru digebrak oleh Ibu
Lilin karena kondisi kelas yang susah dikendalikan. Apalagi, jika murid-murid
tidak kunjung paham terhadap materi pelajaran yang Ibu Lilin jelaskan. Seringkali, begitu keluar dari kelas, raut
muka Ibu Lilin merah padam dan kelelahan.
Suatu hari, ada laporan berupa foto dari layar telepon genggam yang
menunjukkan tulisan tentang Ibu Lilin menjadi bulan-bulanan murid-murid di grup
WhatsApp.
Beberapa
murid dipanggil oleh Guru BK. Ibu Lilin
juga berada di ruang konseling saat itu, beliau marah besar dan tidak terima
penghinaan yang dilontarkan lewat pesan WA murid-muridnya. Bahkan, beliau
memboikot, tidak akan mengajar jika murid-murid yang terlibat pembicaraan
tersebut tidak dikeluarkan dari sekolah. Kasus tersebut terdengar pula oleh
guru-guru sekolah non favorit. “Saya mah sudah biasa menghadapi murid nakal dan
bebal.” Kata Bu Siti, yang mengajar di sekolah non favorit.
Pertanyaan
Bagaimana
Anda melihat kasus Ibu Lilin ini?
Hubungkan
dengan segala aspek yang bisa didiskusikan dari materi modul ini, apa yang akan
Anda lakukan apabila Anda sebagai Kepala Sekolah.
Studi Kasus 2
Pak
Pupur, guru yang dicintai para muridnya. Cara mengajarnya hebat, ramah, dan
menyayangi murid layaknya anak sendiri.
Suatu ketika, Dinas Pendidikan daerah membuka lowongan pengawas sekolah.
Kepala Sekolah merekomendasi Pak Pupur untuk mendaftar seleksi calon pengawas
sekolah. Kepala sekolah memilih Pak Pupur untuk mengikuti seleksi karena selain
berkualitas, dewan gurupun begitu antusias mendukung Pak Pupur mengikuti seleksi calon pengawas sekolah.
Secara
portofolio, penghargaan kejuaraan perlombaan guru, karya alat peraga berbahan
limbah yang Pak Pupur ikuti selalu bisa sampai mendapatkan penghargaan lomba
tingkat nasional. Kecerdasannya pun juga luar biasa di mana nilai Uji
Kompetensi Gurunya (UKG) bisa mencapai nilai 90, Namun, Pak Pupur justru merasa
sedih direkomendasikan kepala sekolahnya mengikuti seleksi calon pengawas
sekolah.
Pertanyaan
Bagaimana
pendapat Anda mengenai sikap Pupur?
Apabila
Anda sebagai Kepala Sekolah, apa yang bisa Anda lakukan?
Koneksi
Antar Materi
https://www.youtube.com/watch?v=lJhjxFrqrtU
No comments:
Post a Comment