Modul 3.1. CGP 11/2024
Pengambilan Keputusan Berbasis
Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin
Dalam sebuah wawancara, Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset dan Teknologi, Bapak Nadiem Makarim menyatakan bahwa:
Menurut saya poin penting dari kutipan Mendikbudristek Nadiem Makarim tersebut adalah sebagai berikut.
1. Beban dan amanah (baca: tugas) seorang pemimpin adalah mengelola semua prioritas yang tampak semuanya penting untuk dipilih mana yang paling penting. Bisa jadi yang lebih penting tersebut bukan yang diinginkan sehingga melahirkan penolakan dan kritik. Hal ini wajar karena kebijakan yang dipilih akan memberikan dampak pada banyak pihak yang mungkin tersentuh atau belum tersentuh aspirasi dan kepentingannya.
2.
Namun demikian hal terpenting bagi seorang pemimpin (baca: pemimpin
pembelajaran) adalah peningkatan pembelajaran murid. Jadi, ujung dari semua
pemikiran, ide, aspirasi, dan imajinasi yang diaktualkan dalam sebuah kebijakan
adalah peningkatan kualitas pembelajaran peserta didik. Dengan kata lain, hal
terpenting dan harus didahulukan dalam sebuah kebijakan adalah dampaknya untuk
peserta didik.
Mari kita cermati situasi berikut.
Anda adalah Kepala Sekolah yang baru diangkat di SMP X. Wakil Kepala Sekolah Kurikulum mengatakan bahwa sekolah memerlukan buku-buku pelajaran baru yang perlu didistribusikan dengan segera kepada murid-murid. Hari itu, Anda diberitahu bahwa penerbit Y akan hadir untuk presentasi buku-buku pelajaran untuk tahun ajaran baru. Wakasek Kurikulum Anda mengatakan bahwa ini adalah kegiatan rutin sekolah untuk menyeleksi buku-buku pelajaran murid kelas 1-6 menjelang tahun ajaran baru dimulai, dan para orang tua pun sudah menunggu daftar buku-buku yang harus dibeli. Anda pun bertemu dengan penerbit Y.
Di akhir rapat, penerbit Y memberitahu Anda bahwa jika Anda
memutuskan memesan dari penerbitan mereka, maka seperti kepala sekolah
sebelumnya, Anda akan mendapatkan 'komisi'. Penerbit memberitahu Anda bahwa
kegiatan seperti ini sudah dilakukan setiap tahun oleh pimpinan sekolah Anda
terdahulu. Penerbit Y juga mengatakan bahwa kerja sama ini sudah lama terbina, dan
mereka senantiasa tepat waktu memberikan buku-buku pelajaran yang dibutuhkan
sekolah. Apa yang akan Anda lakukan sebagai Kepala Sekolah? Suatu saat, pihak
Yayasan/Manajemen Sekolah memanggil Anda untuk mengetahui prosedur dan praktik
pemesanan buku-buku tahun ajaran baru di sekolah selama ini. Apa yang Anda
katakan?
Pertanyaan 1
Bagaimana situasi di lingkungan Anda sendiri, adakah nilai-nilai kebajikan yang dijunjung tinggi di tempat Anda bekerja, atau tinggal? Ceritakan pengalaman Anda Anda bagaimana nilai-nilai kebajikan tersebut telah membentuk diri Anda terutama dalam mengambil suatu keputusan?
Pertanyaan 2
Apakah Anda pernah mengalami atau melihat suatu pengambilan keputusan serupa studi kasus yang ditanyakan di atas, di mana ada dua kepentingan saling berbenturan? Ceritakan bagaimana pengalaman Anda sendiri di sekolah asal Anda. Apa yang Anda lakukan pada waktu itu, mengapa?
Pertanyaan 3
Pernahkah Anda setelah mengambil suatu
keputusan, bertanya pada diri sendiri, "Apakah keputusan yang Anda ambil adalah
keputusan yang tepat?" "Apakah seharusnya saya mengambil keputusan
yang lain?" Kira-kira apa yang membuat Anda mempunyai pemikiran seperti
itu?
Pertanyaan 4
Apa yang selama ini menjadi tantangan
bagi Anda dalam mengambil suatu keputusan sebagai pemimpin pembelajaran?
Tentu saja kita harus merefleksi diri terkait situasi-situasi yang kita hadapi pada lingkungan pembelajaran kita. Kecepatan teknologi di satu sisi, transformasi atau malah degradasi moral di sisi lain, harus menjadi concern kita sebagai bagian dari sistem pembelajaran.
Kita cermati kutipan berikut.
“Pada abad ke 21, di mana masyarakat
semakin menjadi beragam secara demografi, maka pendidik akan lebih lagi perlu
mengembangkan, membina, dan memimpin sekolah-sekolah yang toleran dan
demokratis. Kami meyakini bahwa, melalui pembelajaran tentang etika,
pemimpin-pemimpin pendidikan masa depan akan lebih siap dalam mengenali,
berefleksi, serta menghargai keberagaman.”
Sebagai sebuah institusi moral, sekolah
adalah sebuah miniatur dunia yang berkontribusi terhadap terbangunnya budaya,
nilai-nilai, dan moralitas dalam diri setiap murid. Perilaku warga sekolah dalam menegakkan
penerapan nilai-nilai yang diyakini dan dianggap penting oleh sekolah, adalah
teladan bagi murid. Kepemimpinan kepala sekolah tentunya berperan sangat besar
untuk menciptakan sekolah sebagai institusi moral.
Dalam menjalankan perannya, tentu seorang pemimpin di sekolah akan menghadapi berbagai situasi dimana ia harus mengambil suatu keputusan dimana ada nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar, namun saling bertentangan. Situasi seperti ini disebut sebagai sebuah dilema etika. Disaat itu terjadi, keputusan mana yang akan diambil?
Tentunya ini bukan keputusan yang mudah karena kita akan menyadari bahwa setiap
pengambilan keputusan akan merefleksikan integritas sekolah tersebut, nilai-nilai
apa yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan keputusan-keputusan yang
diambil kelak akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah dan
lingkungan sekitarnya.
Sebelum kita bahas modul ini lebih dalam, kita akan mempelajari apa arti etika. Apa arti moral, sehingga sekolah disebut sebagai suatu institusi ‘moral’. Apakah arti etiket? Apakah sama dengan etika, adakah perbedaan antara etika dan etiket?
Etika dan Etiket
Etika sendiri berasal dari bahasa Yunani kuno, Ethikos yang berarti kewajiban moral. Sementara moral berasal dari bahasa Latin, mos jamaknya mores yang artinya sama dengan etika, yaitu, ‘adat kebiasaan’. Moralitas sebagaimana dinyatakan oleh Bertens (2007, hal. 4) adalah keseluruhan asas maupun nilai yang berkenaan dengan baik atau buruk.
Jadi moralitas merupakan asas-asas dalam perbuatan etik. Istilah lain yang mirip dengan etika, namun berlainan arti adalah etiket. Etiket berarti sopan santun. Setiap masyarakat memiliki norma sopan santun. Etiket suatu masyarakat dapat sama, dapat pula berbeda. Lain halnya dengan etika, yang lebih bersifat ‘universal’ etiket bersifat lokal (Rukiyanti, Purwastuti, Haryatmoko, 2018).
Perbedaan Etika dan Etiket
Diane Gossen (1998) seorang pakar pendidikan dan praktisi disiplin positif mengemukakan bahwa pemahaman terhadap nilai-nilai kebajikan universal ini merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita.
Selanjutnya Gossen berpendapat bahwa bila kita ingin
menumbuhkan motivasi instrinsik dari dalam diri seseorang, maka tumbuhkan
pemahaman terhadap nilai-nilai kebajikan universal. Nilai-nilai kebajikan
universal bisa berupa antara lain Keadilan, Keselamatan, Tanggung Jawab,
Kejujuran, Rasa Syukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang,
Rajin, Berkomitmen, Percaya Diri, Kesabaran, Keamanan, dan lain-lain.
Keputusan apa yang akan Anda ambil dalam
situasi-situasi di bawah ini?
Situasi 1
Rayhan adalah seorang murid kelas 12 yang sangat berbakat dalam bidang seni. Dia juga sopan dan baik hati. Dia selalu membuat orang terkesan dengan karya-karya seni yang dibuatnya. Namun dia kurang memahami dan menguasai pelajaran Matematika. Nilai-nilainya untuk pelajaran Matematika selalu di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Sebelum mengikuti Ujian Akhir SMA dan pengumuman kelulusan SMA, Rayhan sudah diterima di universitas pilihannya di jurusan Seni dengan program beasiswa. Pada hari ujian akhir sekolah pelajaran Matematika, Pak Didi adalah guru pengawas ujiannya. Pak Didi memergoki Rayhan menyontek pada saat ujian akhir sekolah Matematika.
Rayhan pun sudah mengakuinya ketika ditanya oleh Pak Didi. Setelah ujian selesai, Pak Didi menghadap kepala sekolah, Ibu Dian. Ibu Dian paham, bila sekolah menindaklanjuti kasus ini sesuai peraturan, Rayhan bisa kehilangan kesempatannya untuk mendapatkan beasiswa di universitas impiannya atau bila ia berbelas kasihan pada Rayhan dan menyimpan kejadian ini rapat-rapat, berarti Ibu Dian tidak mengikuti peraturan sekolah, mungkin Pak Didi akan mempertanyakan prinsip keadilan yang selama ini mereka junjung di sekolah.
Situasi 2
Pak Doni adalah seorang kepala sekolah yang baru diangkat di SMA Bakti Nusantara. Tahun ajaran ini, sekolah tersebut menerima dana Tanggung jawab Sosial Perusahaan/Corporate Social Responsibility (CSR) dari sebuah perusahaan minyak yang peduli pada dunia pendidikan. Dana tersebut diberikan pada sekolah untuk membiayai pelatihan guru dalam bidang literasi digital.
Setelah acara pelatihan guru selesai, Ibu Rini, bendahara kegiatan mengatakan pada Pak Doni bahwa guru-guru bertanya apakah akan ada acara makan-makan. Bu Rini juga mengatakan masih ada sisa dana CSR tersebut, dan biasanya setiap selesai kegiatan pelatihan, sisa dana digunakan untuk makan-makan para guru di restoran dekat sekolah.
Ibu Rini pun sebagai bendahara panitia, sudah terbiasa membuat
kwitansi palsu untuk membiayai acara tersebut, atas sepengetahuan kepala
sekolah sebelumnya. Bila Anda menjadi
Pak Doni, keputusan apa yang akan Anda ambil?
Perbedaan
Situasi Pertama dan Kedua
Situasi pertama adalah situasi dilema etika karena kedua pilihan benar. Bila Anda berada dalam posisi Ibu Dian, Anda dapat mengikuti prinsip keadilan dengan memberi Rayhan konsekuensi sesuai aturan sekolah dengan risiko Rayhan mendapatkan pembatalan beasiswa di universitas yang diimpikannya, atau Anda membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, demi masa depan Rayhan, karena terkadang adalah hal yang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian demi masa depan murid merupakan tindakan yang benar juga.
Pilihan untuk menuruti peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat
terhadap keadilan (atau sama rata).
Pilihan untuk membuat perkecualian dalam peraturan dapat dibuat
berdasarkan rasa belas kasihan (kebaikan hati).
Situasi kedua, adalah situasi Bujukan
Moral, karena ini adalah situasi dimana seseorang harus membuat keputusan
antara benar atau salah. Kepala sekolah paham bahwa sebetulnya dana tersebut
tidak boleh digunakan untuk kegiatan semacam itu. Ada pilihan benar dan salah
bagi kepala sekolah yaitu, benar dengan menolak permintaan guru-guru untuk
makan-makan setelah program pelatihan selesai dan bendahara harus membuat
kwitansi palsu, atau salah bila memenuhi permintaan guru-guru untuk makan-makan
untuk kebersamaan, tetapi memalsukan dokumen dan memanipulasi laporan keuangan.
Empat
Paradigma Dilema Etika
Dari pengalaman kita bekerja kita pada
institusi pendidikan, kita telah mengetahui bahwa dilema etika adalah tantangan
berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapi situasi
dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan seperti
cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi,
tanggung jawab dan penghargaan akan hidup.
Secara umum ada pola, model, atau
paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan
seperti di bawah ini:
1. Individu lawan kelompok (individual
vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan
(justice vs mercy)
3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs
loyalty)
4. Jangka pendek lawan jangka panjang
(short term vs long term)
Secara lebih rinci, berikut adalah
penjelasan dari keempat paradigma tersebut:
Individu lawan kelompok (individual vs
community)
Dalam paradigma ini ada pertentangan
antara individu lawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini
juga menjadi bagiannya. Paradigma ini, bisa juga berhubungan dengan konflik
antara kepentingan pribadi lawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil
lawan kelompok besar.
‘Individu’ di dalam paradigma ini tidak selalu berarti ‘satu orang’, tapi dapat juga berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar. ‘Kelompok’ dalam paradigma ini dapat berarti kelompok yang lebih besar lagi, bisa berarti kelompok masyarakat kota yang sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok keluarga, atau keluarga Anda.
Dilema individu melawan kelompok adalah tentang bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil, dan apa yang benar untuk kelompok yang lebih besar. Sebagai guru terkadang kita juga harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas.
Satu
kelompok membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengerjakan sebuah tugas, sementara
ada kelompok lain yang dapat menyelesaikannya dengan lebih cepat sehingga
mereka sudah siap untuk masuk ke pelajaran berikutnya, apakah keputusan yang
akan diambil oleh guru? Dalam situasi ini, guru mungkin menghadapi dilema
individu lawan kelompok.
Rasa keadilan lawan rasa kasihan
(justice vs mercy)
Dalam paradigma ini, pilihannya adalah antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Kita bisa memilih untuk berlaku adil dengan memperlakukan hal yang sama bagi semua orang, atau membuat pengecualian dengan alasan kemurahan hati dan kasih sayang.
Terkadang memang benar untuk berpegang teguh pada peraturan, tapi terkadang
membuat pengecualian juga tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti peraturan
dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan (atau sama rata).
Pilihan untuk membengkokkan peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan
(kebaikan) Misalnya ada peraturan di rumah, Anda harus ada di rumah pada saat
makan malam.
Misalnya suatu hari Anda pulang ke rumah
terlambat karena seorang teman membutuhkan bantuan Anda. Situasi ini dapat
menunjukkan dilema keadilan lawan rasa kasihan, terhadap orang tua Anda. Apakah
ada konsekuensi dari melanggar peraturan tentang pulang ke rumah tepat waktu
untuk makan malam, atau haruskah orang tua Anda membuat pengecualian?
Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs
loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita harus memilih antara jujur atau setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita akan menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
Pada situasi perang, tentara yang tertangkap
terkadang harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya kepada pihak musuh
atau tetap setia kepada teman tentara yang lain.
Hampir dari kita semua pernah mengalami
harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya atau melindungi teman (saudara)
yang dalam masalah. Ini adalah salah satu contoh dari pilihan atas kebenaran
melawan kesetiaan.
Jangka pendek lawan jangka panjang
(short term vs long term)
Paradigma ini paling sering terjadi dan
mudah diamati. Seringkali kita harus memilih keputusan yang kelihatannya
terbaik untuk saat ini atau yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma
ini bisa terjadi pada hal-hal yang setiap harinya terjadi pada kita, atau pada
lingkup yang lebih luas misalnya pada isu-isu dunia secara global, misalnya
lingkungan hidup dan lain lain.
Sebagai orangtua, kita seringkali harus membuat pilihan ini, contohnya: ketika kita harus memilih antara seberapa banyak uang untuk digunakan sekarang dan seberapa banyak untuk ditabung nanti. Pernahkah Anda harus memilih antara menggunakan uang anda untuk makan favorit Anda atau berlatih instrumen musik atau berolahraga?
Bila ya, Anda telah membuat pilihan antara jangka pendek melawan jangka panjang.
Artikel disarikan dari Buku “How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living, Rushworth M.Kidder, 1995,
Mari kita baca kutipan di bawah ini;
Etika terkait dengan karsa karena manusia
memiliki kesadaran moral. Akal dan moral dua dimensi manusia yang saling
berkaitan. Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral.
(Rukiyanti, L. Andriyani, Haryatmoko, Etika Pendidikan, hal. 43).
Dari kutipan di atas kita bisa menarik
kesimpulan bahwa karsa merupakan suatu kekuatan yang tidak
terpisahkan dari perilaku manusia. Karsa ini pun berhubungan dengan
nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh seseorang, disadari atau pun
tidak. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran
seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika.
Kegiatan Pemantik:
Silakan Anda membaca 3 (tiga) pernyataan di
bawah ini:
1.
Melakukan, demi kebaikan
orang banyak.
2.
Menjunjung tinggi
prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri Anda.
3.
Melakukan apa yang Anda
harapkan orang lain akan lakukan kepada diri Anda.
Tanpa berpikir panjang, silakan Anda
menjawab pertanyaan ini:
Selama ini pada saat mengambil keputusan,
landasan pemikiran Anda memiliki kecenderungan pada prinsip nomor 1, 2, atau 3?
Silakan tanpa berpikir panjang, Anda langsung menuliskan jawaban Anda di
secarik kertas.
Bagaimana hasilnya? Apakah Anda memilih
prinsip 1, 2, atau 3? Bagaimana prinsip-prinsip ini mempengaruhi pengambilan
suatu keputusan yang mengandung etika?
Ketiga prinsip tersebut adalah:
1.
Berpikir Berbasis Hasil
Akhir (Ends-Based Thinking)
2.
Berpikir Berbasis
Peraturan (Rule-Based Thinking)
3.
Berpikir Berbasis Rasa
Peduli (Care-Based Thinking)
Suatu pengambilan keputusan, walaupun telah
berlandaskan pada suatu prinsip atau nilai-nilai tertentu, tetap akan memiliki
konsekuensi yang mengikutinya. Pada akhirnya kita perlu mengingat kembali
hendaknya setiap keputusan yang kita ambil didasarkan pada rasa penuh tanggung
jawab, nilai-nilai kebajikan universal, serta berpihak pada murid.
https://www.youtube.com/watch?v=8r_VEIrPFVc
Konsep Pengambilan dan
Pengujian Keputusan
Untuk
memandu kita dalam mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan
diambil
dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan, ada
9
langkah yang dapat Anda lakukan. Anda dapat memilih salah satu dari kasus-kasus
yang
telah dibahas sebelumnya di modul ini untuk Anda gunakan sebagai contoh.
1.
Mengenali nilai-nilai yang saling
bertentangan
Mengapa langkah ini penting untuk Anda lakukan? Pertama, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih seksama, penting bagi kita untuk mengidentifikasi masalah yang sedang kita hadapi.
Kedua, penting bagi kita
untuk memastikan bahwa masalah yang kita hadapi memang betulbetul berhubungan
dengan aspek moral, bukan sekedar masalah yang berhubungan dengan sopan santun
dan norma sosial. Proses pengambilan
keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail; apa yang terjadi
di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa
pada siapa, kapan mereka
Tidak
mudah untuk bisa mengenali hal ini. Kalau kita terlalu berlebihan, kita bisa terjebak dalam situasi seolah-olah kita
terlalu mendewakan aspek moral, sehingga kita akan mempermasalahkan
kesalahan-kesalahan kecil. Sebaliknya bila kita terlalu permisif, maka kita
bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali aspek-aspek permasalahan etika
dalam masalah yang sedang kita hadapi.
2. Menentukan siapa
yang terlibat dalam situasi ini.
Bila
kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi yang sedang kita hadapi,
pertanyaannya adalah dilema siapakah ini? Bukan berarti kalau permasalahan
tersebut bukan dilema kita, maka kita menjadi tidak peduli. Karena kalau permasalahan
ini sudah menyangkut aspek moral, kita semua seharusnya merasa terpanggil.
3. Kumpulkan
fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
Data-data tersebut penting karena dilema etika tidak bersifat teoritis, namun ada faktor-faktor pendorong dan penarik yang mempengaruhi situasi tersebut, sehingga data yang detail akan menjelaskan alasan seseorang melakukan sesuatu dan bisa juga mencerminkan kepribadian seseorang dalam situasi tersebut.
Kita
juga harus bisa menganalisis hal-hal apa saja yang potensial yang bisa terjadi
di waktu yang akan datang.
4. Pengujian benar
atau salah
a. Uji Legal
Pertanyaan penting di uji legal ini adalah apakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi itu? Bila jawabannya adalah iya, maka situasi yang ada bukanlah antara benar lawan benar (dilema etika), namun antara benar lawan salah (bujukan moral).
Keputusan yang harus diambil dalam situasi adalah pilihan antara
mematuhi hukum atau tidak, dan keputusan ini bukan keputusan yang
berhubungan
dengan moral.
b. Uji
Regulasi/Standar Profesional
Bila situasi yang dihadapi adalah dilema etika, dan tidak ada aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mari kita uji, apakah ada pelanggaran peraturan atau kode etik di dalamnya.
Konflik yang terjadi pada seorang wartawan yang harus melindungi sumber beritanya, seorang agen real estate yang tahu bahwa seorang
calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh koleganya?
Anda
tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi Anda, tapi Anda akan
kehilangan respek sehubungan dengan profesi Anda.
c. Uji Intuisi
Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi Anda dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat Anda merasa dicurigai.
Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini. Walaupun mungkin Anda tidak bisa dengan jelas dan langsung menunjuk permasalahannya ada di mana.
Langkah ini, untuk banyak
orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang
melibatkan dua nilai yang sama-sama benar.
d. Uji Publikasi
Apa
yang Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan di media cetak maupun
elektronik dan menjadi viral di media
sosial. Sesuatu yang Anda anggap merupakan ranah pribadi Anda tiba-tiba menjadi
konsumsi publik?
Coba
Anda bayangkan bila hal itu terjadi. Bila Anda merasa tidak nyaman kemungkinan
besar Anda sedang menghadapi benar situasi benar lawan salah atau bujukan
moral.
e. Uji
Panutan/Idola
Dalam langkah ini, Anda akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan Anda, misalnya ibu Anda. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu Anda, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi Anda dan orang yang sangat berarti bagi Anda.
Yang perlu dicatat dari kelima uji keputusan
tadi, ada tiga uji yang sejalan dengan prinsip pengambilan keputusan
yaitu:
Uji
Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking)
yang tidak bertanya tentang konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip
yang mendalam.
Uji
publikasi, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based
Thinking) yang mementingkan hasil akhir.
Uji
Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip
berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking), dimana ini berhubungan
dengan golden rule yang meminta Anda meletakkan diri Anda pada posisi orang
lain.
Bila
situasi dilema etika yang Anda hadapi, gagal di salah satu uji keputusan tersebut
atau bahkan lebih dari satu, maka sebaiknya jangan mengambil resiko membuat
keputusan yang membahayakan atau merugikan diri Anda karena situasi yang Anda
hadapi bukanlah situasi moral dilema, namun bujukan moral yaitu benar atau
salah.
5. Pengujian Paradigma
Benar lawan Benar.
Dari
keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi yang
sedang Anda hadapi ini? - Individu lawan kelompok (individual vs community) -
Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) - Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs
loyalty) - Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Pentingnya
mengidentifikasi paradigma ini, bukan
hanya mengelompokkan permasalahan, namun
membawa penajaman bahwa situasi yang Anda hadapi betul-betul mempertentangkan antara dua
nilai-nilai inti kebajikan yang samasama penting.
6. Melakukan Prinsip
Resolusi
Dari
3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?
Berpikir
Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
Berpikir
Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
7. Investigasi Opsi
Trilema
Dalam
mengambil keputusan, seringkali ada 2 pilihan yang bisa kita pilih. Terkadang
kita perlu mencari opsi di luar dari 2 pilihan yang sudah ada. Kita bisa
bertanya pada diri kita, apakah ada cara
untuk berkompromi dalam situasi ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian
yang kreatif dan tidak terpikir
sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan
masalah. Itulah yang dinamakan investigasi
opsi trilema.
8. Buat Keputusan
Akhirnya
kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang
membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.
9. Lihat lagi
Keputusan dan Refleksikan
Ketika
keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil
pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.
Perlu
kita ingat bahwa 9 langkah pengambilan keputusan ini adalah panduan, bukan sebuah
metode yang kaku dalam penerapannya.
Pengambilan keputusan ini juga merupakan keterampilan yang harus diasah
agar semakin baik. Semakin sering kita berlatih menggunakannya, kita akan
semakin terampil dalam pengambilan keputusan.
Hal yang penting dalam pengambilan keputusan adalah sikap yang
bertanggung jawab dan mendasarkan keputusan pada nilai-nilai kebajikan
universal.
Artikel
disarikan dari Buku “How Good People Make
Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living, Rushworth
M.Kidder, 1995, USA: HarperCollins Publishers
Sekarang, cermati kasus dilema etika berikut, kemudian terapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang diambil.
Pak Frans merupakan guru matematika di SMP Karunia. Pak Frans dikenal sebagai guru yang rajin, ramah, penyabar, dan disukai murid-muridnya. Suatu hari ia sedang mengajar di kelas 8A, guru piket tergopoh-gopoh tiba di depan kelasnya dan mengatakan ada ayahnya Andreas, salah satu murid di kelas 8A di ruang tamu sekolah. Guru piket mengatakan pada pak Frans bahwa ayahnya Andreas ingin menjemput Andreas dan memintanya untuk membantunya bekerja di ladang.
Ia juga mengatakan bahwa ayah Andreas datang sambil marah-marah bahkan mengacung-acungkan parang. Pak Frans pun memanggil Andreas dan mengatakan bahwa ia dijemput ayahnya pulang. Andreas langsung memohon sambil menangis agar Pak Frans tidak mengizinkan ia pulang bersama ayahnya. Andreas berkata ia ingin belajar di sekolah dan ia takut dimarah-marahi oleh ayahnya bila membantu ayahnya di ladang, bila melakukan kesalahan sedikit saja.
Pak Frans bimbang, antara memenuhi
permintaan Andreas atau tidak. Dalam situasi dan kondisi seperti itu,
akhirnya Pak Frans memutuskan untuk membawa Andreas ke ruang kepala sekolah,
dan meminta saran dari kepala sekolah. Bila Anda adalah kepala
sekolahnya, saran apa yang akan anda berikan pada Pak Frans, dan apa alasannya?
1.
Apa nilai-nilai yang
saling bertentangan dalam studi kasus tersebut?
2.
Siapa yang terlibat dalam
situasi tersebut ?
3.
Apa fakta-fakta yang
relevan dengan situasi tersebut ?
4.
Mari kita lakukan
pengujian benar atau salah terhadap situasi tersebut.
o
Apakah ada aspek
pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji legal)
o
Apakah ada pelanggaran
peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji regulasi)
o
Berdasarkan perasaan dan
intuisi Anda, apakah ada yang salah dalam situasi ini? (Uji intuisi)
o
Apa yang anda rasakan
bila keputusan Anda dipublikasikan di media cetak/elektronik maupun viral di
media sosial? Apakah anda merasa nyaman? (Uji Publikasi)
o
Kira-kira, apa keputusan
yang akan diambil oleh panutan/idola Anda dalam situasi ini?
5.
Jika situasinya adalah
situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi pada situasi tersebut?
6.
Dari 3 prinsip
penyelesaian dilema, prinsip mana yang akan dipakai?
7.
Apakah ada sebuah penyelesaian
yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah
ini (Investigasi Opsi Trilemma)?
8.
Apa keputusan yang akan
Anda ambil?
9.
Coba lihat lagi keputusan Anda dan refleksikan.
###
No comments:
Post a Comment