Thursday, October 24, 2024

RANGKUMAN KONEKSI ANTAR MATERI 3.1 CGP 11/2024 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

 

RANGKUMAN KONEKSI ANTAR MATERI 3.1 CGP 11/2024

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN


Ada kutipan menarik dari Bob Talbert, mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga (utama) adalah yang terbaik.


Kutipan di atas bisa bermakna bahwa penting mengajarkan anak berhitung itu penting namun mengajarkan apa yang penting itulah yang paling penting.

Ya. Mengajarkan nilai, atau sesuatu yang bermakna bagi peserta didik itu adalah prioritas. Bukan sekadar mengajarkan hal teknis yang bisa dipikir dan diadaptasi oleh anak-anak. Bukan hanya mengajarkan sesuatu yang bisa didapatkan dengan eksplorasi pemahaman dengan sedikit tantangan. Namun kita harus lebih concern mengajarkan hal-hal prinsip, nilai, atau sesuatu yang berlaku universal dan eternal kepada peserta didik.

Bahkan lebih dari itu, nilai-nilai yang telah dipahami dan diadaptasi oleh anak-anak akan menjadi nilai mereka sendiri. Akan menjadi diri mereka sendiri. Jika hal tersebut telah berjalan maka dengan sendirinya peserta didik akan menjadi persona sekaligus pesona tersendiri. Mereka akan menginspirasi lingkungan mereka. Inilah yang kita harapakan, yakni lahirnya pemimpin-pemimpin yang menjunjung nilai-nilai universal.

Adapun dari sudut pandang sebagai guru akan menjadi tantangan tersendiri, bagaimana kita bisa menginspirasi mereka para peserta didik dengan nilai-nilai yang kita yakini.


Tentu menjadi naif jika kita yang hendak menginspirasi peserta didik namun gagal memperlihatkan nilai-nilai yang kita anut menjadi seperangkat perilaku. Sungguh hanya omong kosong belaka kita ingin membangkitkan nilai pada peserta didik sementara kita sendiri tidak mampu mengejawantahkannya dalam perilaku.

Seperti kata-kata mashur lisanul hal aqwa min lisanul maqal. Bahwa contoh dalam bentuk perilaku akan lebih kuat dan lebih menginspirasi dari sekadar kata-kata.


Selanjutnya kita cermati kutipan dari Hegel berikut.


Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.

Yes. Pendidikan itu seni bagaimana memanusiakan manusia dengan cara manusiawi agar mereka sadar bahwa mereka manusia.

Dengan menyadari takdir hidupnya sebagai manusia, maka peserta didik akan memahami ada nilai (etika, estetika, logika, serta dialektika) yang harus mereka jaga.

Kutipan di atas juga senada dengan definisi pendidikan fann tasykil al-insan atau pendidikan adalah seni menciptakan manusia dalam arti seutuhnya. Manusia yang memiliki fitrah, memiliki potensi, memiliki nilai, memiliki etika.


Pratap Trilogi Ki Hadjar Dewantara dalam Pengambilan Keputusan

Bapak pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara mencetuskan pratap triloka yang terdiri tiga bagian.

Pertama, ing ngarso sung tuladha.

Di depan menjadi contoh. Artinya, seorang pemimpin harus mampu memberikan contoh yang baik kepada orang yang dipimpinnya. Dalam pengambilan keputusan, pemimpin harus menjadi teladan dengan memilih keputusan yang bijaksana, adil, dan berorientasi pada kebaikan bersama.

 Kedua, ing madya mangun karsa.

Di tengah membangun semangat. Seorang pemimpin harus mampu memotivasi dan membangkitkan semangat kerja sama di antara anggota kelompoknya. Dalam pengambilan keputusan, pemimpin perlu melibatkan anggota tim dalam proses pengambilan keputusan, mendengarkan masukan mereka, dan membangun konsensus.

Ketiga, tut wuri handayani.

Di belakang memberi dorongan. Seorang pemimpin harus mampu memberikan dukungan dan dorongan kepada anggota timnya. Dalam pengambilan keputusan, pemimpin perlu memberikan dukungan kepada tim setelah keputusan diambil, membantu mengatasi tantangan, dan memberikan apresiasi atas kontribusi mereka.

Ketiga prinsip tersebut, dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan adalah sebagai berikut.

1.    Pengambilan keputusan akan menghasilkan yang terbaik. Dengan berpegang pada prinsip tersebut, yakni menjadi teladan, memberi semangat, serta menjadi energy pendorong segala kebaikan akan menghasilkan nilai-nilai yang terbaik bagi kepentingan bersama. Karena dengan menjadi teladan, pemimpin akan lebih bijaksana dalam memilih keputusan. Dengan melibatkan anggota tim, pemimpin akan mendapatkan perspektif yang lebih luas dan keputusan yang diambil akan lebih tepat.

2.    Akan membangkitakn kebersamaan dan kekompakan tim. Dengan berpegang pada nilai-nilai pratap triloka tersebut akan selalu terjalin kebersamaan dalam suasan hangat dan akrab. Suasana seperti ini sangat penting dalam menjaga ritam dan kesolidan tim atau organisasi pada level apapun.

3.    Suasana hangat dan akrab akan melahirkan dampak berikutnya yakni meningktakan kinerja tim. Dalam suasana yang rapat dan penuh semangat peningkatan kinerja akan melahirkan produktivitas serta pencapaian target-target yang direncanakan. 


    Contoh penerapan dalam kehidupan nyata seorang kepala sekolah misalnya. Ketika hendak mengambil keputusan tentang perubahan kurikulum maka langkah pertama yang diambil adalah meneraptak pratap trilogy Ki Hadjar Dewantara tersebut.

Dengan menjalankan ing ngarso sung tuladha, Kepala sekolah mempelajari berbagai kurikulum baru dan memilih kurikulum yang paling sesuai dengan kebutuhan siswa dan sekolah. Ia juga menjadi orang yang pertama menerapkan kurikulum baru di kelasnya untuk menunjukkan contoh.

Selain itu dengan menerapkan ing madya mangun karsa, Kepala sekolah mengadakan rapat dengan guru-guru untuk membahas perubahan kurikulum. Ia mendengarkan masukan dan ide-ide dari guru-guru, serta melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Meskipun memiliki wewenang dalam memutuskan segala kebijakan sekolah, ia akan tetap mendengarkan aspirasi semua waraga sekolah.

Terakhir dengan mengimplementasikan tut wuri handayani, Kepala Sekolah akan terus dan selalu memberikan dukungan dengan segenap daya dan energinya demi tercapai tujuan yang dicita-citakan bersama.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita akan secara otomatis mempengaruhi segala perilaku kita. Nilai-nilai yang kita yakini serta kita anut tersebut akan tertanam dalam alam bawah sadar kita.

Seperti kata ahli bahwa 80 persen aktivitas kita dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar. Pikiran bawah sadar otomatis muncul menggerakan anggota tubuh kita dalam mekanisme cepat dan terukur.

Mengutip Gunawan (2012) manusia memiliki dua jenis pikiran, yaitu pikiran sadar (conscious) dan pikiran bawah sadar (subconciuos). Kedua pikiran saling berkomunikasi dan bekerja sama dalam waktu bersamaan dengan paralel. 

 


Menariknya pikiran bawah sadar mempengaruhi 8 (delapan) hal kegiatan kita. Kedelapan hal tersebut adalah 1) kebiasaan baik, buruk, atau refleks; 2) emosi terhadap suatu hal atau keadaan atau orang tertentu; 3) memori jangka Panjang yang bersifat permanen; 4) kepribadian yang merupakan karakteristik individual kita saat berhubungan dengan orang lain; 5)  intuisi; 6) kreativitas; 7) persepsi; serta 8) kepercayaan (belief) dan nilai (value)

Belief adalah segala sesuatu yang diyakini sebagai suatu yang benar, sedangkan value adalah segala sesuatiu yang dianggap penting.

Jadi, nilai-nilai yang kita anut akan merasuk ke dalam pikiran bawah sadar kita menjadi suatu nilai kebajikan. Nah, niali-nilai kebajikan tersebut akan muncul lagi dalam pengambilan keputusaan yang kita ambil.

Artinya, nilai diri kita akan mempengaruhi segala pengambilan keputusan yang kita ambil. Apa yang kita yakini akan menjadi kebijakan yang kita terapkan.

 

Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

 

Materi pengambilan keputusan berkaitan dengan coaching sungguh sangat membantu saya dalam cara menentukan keputusan. Bimbingan dari fasilitator telah membantu bagaimana mengidentifikasi serta mengkontruksi ilmu-ilmu baru menjadi bagian integral dalam diri saya.

Sesi pelatihan dan coaching sangat efektif membantu pemahaman serta keterampilan saya dalam menganalisis suatu kasus untuk dipecahkan.

Artinya, kita semua tetap membutuhkan coach, mentor, kosultan, serta trainer yang membantu kita dalam menyelsaiakn segala permasalahan yang kita hadapi.

 

 

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

 

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek social emosional akan berpengaruh pada pengambilan keputusan yang diambilnya termasuk menyangkut kasus-kasus dilemma etika.

Kemampuan guru dalam mengelola aspek social emosi tersebut akan berpengaruh pada bias-bias yang mungkin muncuil pada kasus yang dihadapinya. Karena itu guru harus mampu mengelola (baca: matang secara social-emosional) sehingga bisa melihat kasus lebih proprosional.

Proporsional bermakna objektif atau adail dalam menilai; kemudian mengedpankan etika; serta selalu memberikan empatai pada porsinya.

 

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan studi kasus dilemma etika akan sangat berpengaruh pada nilai-nilai yang dianut oleh pendidik yang bersangkutan. Namun demikian tidak menjadi soal selama bisa membedakan mana kasus yang termasuk dilemma etika atau bujukan moral.

Dalam kerangka pemahaman dilemma etika yang tepat apapun nilai yang dianut pendidik, akan meghasilkan keputusan yang relevan.

Dan tentu, pengambilan keputusan yang tepat akan meghasilkan suasana positif, kondusif, aman, dan nyaman.

 

Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Jelas. Selalu ada tantangan dalam setiap situasi yang kita hadapi, termasuk dalam menentukan keputusan yang tepat dalam konteks dilema etika. Tantangan akan sangat spesifik bergantung situasi yang terjadi. Terlebih lingkungan sekolah yang heterogen akan menghasilkan ide-ide yang juga heterogen.

 

Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Ini pertanyaan yang paling relevan dengan kutipan Mendibudrestek Nadiem Makarim bahwa muara segala keputusan yang diambil adalah mengutamakan peserta didik.

Jelas apapun keputusan (dalam kaitan pembelajaran) adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. Seperti pesan Ki Hadjar Dewantara, menghamba pada murid. Bahwa kita memiliki satu platform bersama, commonsense bersama, bahwa sejak dalam benak pikiran hingga perilaku kita, kebutuhan belajar murid adalah yang utama.

Bagaimana memutuskan hal yang tepat bagi pembelajaran peserta didik? Kita dengan panduan ilmu pedagogik tentu sudah memahami tahapan-tahapan pembelajaran yang tepat. Hal ini memberikan kita pemahaman bagaimana menyusun hal-hal teknis dalam pembelajaran berkualitas bagi peserta didik. Ya, dimulai dari asesmen, pelaksanaan, evaluasi, serta umpan balik mesti kita siapkan. Tak lupa kita juga selalu mengevaluasi diri cara kita melaksanakan pembelajaran.


Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Jelas. Pemimpin pembelajaran, di sini bermakna guru, adalah role model yang paling dekat bagi peserta didik. Role model yang memiliki nilai kuat (= integritas) akan memberikan dampak tidak hanya situasional belaka tetapi juga mempengaruhi alam bawah sadar peserta didik.

Keputusan tepat seorang guru secara jangka pendek akan mengantarkan peserta didik ke jalan cita-cita pembelajaran yang tepat. Selanjutnya dalam jangka panjang akan menginspirasi peserta didik dalam mengaktusalisasikan diri di masa depan.

 

Kesimpulan

Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan adalah hal mendasar bagi pemimpin pembelajaran. Semua langkah dalam pengambilan keputusan harus terukur, terarah, serta mementingkan muara segala muara pendidikan, yakni peserta didik.

Kita dengan panduan sembilan langkah analisis kasus dilema etika misalnya, akan menghasilkan suatu keputusan bermanfaat bagi peserta didik di satu sisi serta di sisi lain akan menginspirasi mereka di masa depan.

Kita dengan nilai dan integritas kita yang tertanam dalam pikiran bawah sadar akan menghasilkan kebijakan terbaik yang relevan bagi peserta didik.

Apapun itu kembali seperti kutipan dari Bapak Menteri di atas.

Beban dan amanah kepemimpinan adalah mengimbangi semua prioritas yang terpenting. Tugas saya dalam pendidikan adalah melakukan yang terbaik.  Apa yang diinginkan kadang-kadang belum tentu  itu yang terbaik. Dan untuk membuat perubahan, apalagi perubahan yang transformasional, pasti ada kritik.  Sebelum mengambil keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan berdampak pada peningkatan pembelajaran murid?

-Nadiem Makarim, 2020








No comments:

Post a Comment