RANGKUMAN KONEKSI ANTAR MATERI 3.1 CGP
11/2024
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI
KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN
Ada
kutipan menarik dari Bob Talbert, mengajarkan
anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga (utama)
adalah yang terbaik.
Kutipan
di atas bisa bermakna bahwa penting mengajarkan anak berhitung itu penting
namun mengajarkan apa yang penting itulah yang paling penting.
Ya.
Mengajarkan nilai, atau sesuatu yang
bermakna bagi peserta didik itu adalah prioritas. Bukan sekadar mengajarkan hal
teknis yang bisa dipikir dan diadaptasi oleh anak-anak. Bukan hanya mengajarkan
sesuatu yang bisa didapatkan dengan eksplorasi pemahaman dengan sedikit tantangan.
Namun kita harus lebih concern
mengajarkan hal-hal prinsip, nilai, atau sesuatu yang berlaku universal dan
eternal kepada peserta didik.
Bahkan lebih dari itu, nilai-nilai yang telah dipahami dan diadaptasi oleh anak-anak akan menjadi nilai mereka sendiri. Akan menjadi diri mereka sendiri. Jika hal tersebut telah berjalan maka dengan sendirinya peserta didik akan menjadi persona sekaligus pesona tersendiri. Mereka akan menginspirasi lingkungan mereka. Inilah yang kita harapakan, yakni lahirnya pemimpin-pemimpin yang menjunjung nilai-nilai universal.
Adapun dari sudut pandang sebagai guru akan menjadi tantangan tersendiri, bagaimana kita bisa menginspirasi mereka para peserta didik dengan nilai-nilai yang kita yakini.
Tentu menjadi
naif jika kita yang hendak menginspirasi peserta didik namun gagal memperlihatkan
nilai-nilai yang kita anut menjadi seperangkat perilaku. Sungguh hanya omong
kosong belaka kita ingin membangkitkan nilai pada peserta didik sementara kita
sendiri tidak mampu mengejawantahkannya dalam perilaku.
Seperti
kata-kata mashur lisanul hal aqwa min
lisanul maqal. Bahwa contoh dalam bentuk perilaku akan lebih kuat dan lebih menginspirasi dari sekadar
kata-kata.
Selanjutnya
kita cermati kutipan dari Hegel berikut.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat
manusia menjadi berperilaku etis.
Yes. Pendidikan itu seni bagaimana
memanusiakan manusia dengan cara manusiawi agar mereka sadar bahwa mereka
manusia.
Dengan
menyadari takdir hidupnya sebagai manusia, maka peserta didik akan memahami ada
nilai (etika, estetika, logika, serta dialektika) yang harus mereka jaga.
Kutipan
di atas juga senada dengan definisi pendidikan fann tasykil al-insan atau pendidikan adalah seni menciptakan
manusia dalam arti seutuhnya. Manusia yang memiliki fitrah, memiliki potensi,
memiliki nilai, memiliki etika.
Pratap Trilogi Ki Hadjar Dewantara dalam
Pengambilan Keputusan
Bapak
pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara mencetuskan pratap triloka yang terdiri tiga
bagian.
Pertama,
ing ngarso sung tuladha.
Di
depan menjadi contoh. Artinya, seorang pemimpin harus mampu memberikan contoh
yang baik kepada orang yang dipimpinnya. Dalam pengambilan keputusan, pemimpin
harus menjadi teladan dengan memilih keputusan yang bijaksana, adil, dan
berorientasi pada kebaikan bersama.
Kedua, ing madya mangun karsa.
Di
tengah membangun semangat. Seorang pemimpin harus mampu memotivasi dan
membangkitkan semangat kerja sama di antara anggota kelompoknya. Dalam
pengambilan keputusan, pemimpin perlu melibatkan anggota tim dalam proses
pengambilan keputusan, mendengarkan masukan mereka, dan membangun konsensus.
Ketiga,
tut wuri handayani.
Di
belakang memberi dorongan. Seorang pemimpin harus mampu memberikan dukungan dan
dorongan kepada anggota timnya. Dalam pengambilan keputusan, pemimpin perlu
memberikan dukungan kepada tim setelah keputusan diambil, membantu mengatasi
tantangan, dan memberikan apresiasi atas kontribusi mereka.
Ketiga prinsip
tersebut, dalam kaitannya dengan pengambilan
keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan adalah sebagai berikut.
1.
Pengambilan keputusan akan menghasilkan yang
terbaik. Dengan berpegang pada prinsip tersebut, yakni menjadi teladan, memberi
semangat, serta menjadi energy pendorong segala kebaikan akan menghasilkan
nilai-nilai yang terbaik bagi kepentingan bersama. Karena dengan menjadi
teladan, pemimpin akan lebih bijaksana dalam memilih keputusan. Dengan
melibatkan anggota tim, pemimpin akan mendapatkan perspektif yang lebih luas
dan keputusan yang diambil akan lebih tepat.
2.
Akan membangkitakn kebersamaan dan kekompakan
tim. Dengan berpegang pada nilai-nilai pratap triloka tersebut akan selalu
terjalin kebersamaan dalam suasan hangat dan akrab. Suasana seperti ini sangat
penting dalam menjaga ritam dan kesolidan tim atau organisasi pada level
apapun.
3. Suasana hangat dan akrab akan melahirkan dampak berikutnya yakni meningktakan kinerja tim. Dalam suasana yang rapat dan penuh semangat peningkatan kinerja akan melahirkan produktivitas serta pencapaian target-target yang direncanakan.
Dengan menjalankan
ing
ngarso sung tuladha, Kepala sekolah mempelajari berbagai kurikulum baru
dan memilih kurikulum yang paling sesuai dengan kebutuhan siswa dan sekolah. Ia
juga menjadi orang yang pertama menerapkan kurikulum baru di kelasnya untuk
menunjukkan contoh.
Selain itu
dengan menerapkan ing madya mangun karsa, Kepala sekolah mengadakan rapat dengan
guru-guru untuk membahas perubahan kurikulum. Ia mendengarkan masukan dan
ide-ide dari guru-guru, serta melibatkan mereka dalam proses pengambilan
keputusan. Meskipun memiliki wewenang dalam memutuskan segala kebijakan sekolah,
ia akan tetap mendengarkan aspirasi semua waraga sekolah.
Terakhir
dengan mengimplementasikan tut wuri handayani, Kepala Sekolah
akan terus dan selalu memberikan dukungan dengan segenap daya dan energinya
demi tercapai tujuan yang dicita-citakan bersama.
Bagaimana
nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip
yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Nilai-nilai
yang tertanam dalam diri kita akan secara otomatis mempengaruhi segala perilaku
kita. Nilai-nilai yang kita yakini serta kita anut tersebut akan tertanam dalam
alam bawah sadar kita.
Seperti
kata ahli bahwa 80 persen aktivitas kita dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar. Pikiran
bawah sadar otomatis muncul menggerakan anggota tubuh kita dalam mekanisme
cepat dan terukur.
Mengutip Gunawan (2012) manusia memiliki dua jenis pikiran, yaitu pikiran sadar (conscious) dan pikiran bawah sadar (subconciuos). Kedua pikiran saling berkomunikasi dan bekerja sama dalam waktu bersamaan dengan paralel.
Menariknya pikiran bawah sadar mempengaruhi 8 (delapan) hal kegiatan kita. Kedelapan hal tersebut adalah 1) kebiasaan baik, buruk, atau refleks; 2) emosi terhadap suatu hal atau keadaan atau orang tertentu; 3) memori jangka Panjang yang bersifat permanen; 4) kepribadian yang merupakan karakteristik individual kita saat berhubungan dengan orang lain; 5) intuisi; 6) kreativitas; 7) persepsi; serta 8) kepercayaan (belief) dan nilai (value).
Belief adalah segala sesuatu yang
diyakini sebagai suatu yang benar, sedangkan value adalah segala sesuatiu yang dianggap
penting.
Jadi, nilai-nilai yang kita anut akan merasuk ke
dalam pikiran bawah sadar kita menjadi suatu nilai kebajikan. Nah, niali-nilai
kebajikan tersebut akan muncul lagi dalam pengambilan keputusaan yang kita ambil.
Artinya, nilai diri kita akan mempengaruhi
segala pengambilan keputusan yang kita ambil. Apa yang kita yakini akan menjadi
kebijakan yang kita terapkan.
Bagaimana
materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan)
yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran
kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil?
Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada
pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut?
Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada
sebelumnya.
Materi pengambilan keputusan berkaitan dengan coaching sungguh sangat membantu saya
dalam cara menentukan keputusan. Bimbingan dari fasilitator telah membantu
bagaimana mengidentifikasi serta mengkontruksi ilmu-ilmu baru menjadi bagian integral
dalam diri saya.
Sesi pelatihan dan coaching sangat efektif membantu pemahaman serta keterampilan saya
dalam menganalisis suatu kasus untuk dipecahkan.
Artinya, kita semua tetap membutuhkan coach, mentor, kosultan, serta trainer
yang membantu kita dalam menyelsaiakn segala permasalahan yang kita hadapi.
Bagaimana
kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan
berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema
etika?
Kemampuan
guru dalam mengelola dan menyadari aspek social emosional akan berpengaruh pada
pengambilan keputusan yang diambilnya termasuk menyangkut kasus-kasus dilemma etika.
Kemampuan
guru dalam mengelola aspek social emosi tersebut akan berpengaruh pada
bias-bias yang mungkin muncuil pada kasus yang dihadapinya. Karena itu guru harus
mampu mengelola (baca: matang secara social-emosional) sehingga bisa melihat
kasus lebih proprosional.
Proporsional
bermakna objektif atau adail dalam menilai; kemudian mengedpankan etika; serta
selalu memberikan empatai pada porsinya.
Bagaimana
pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada
nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
Pembahasan
studi kasus dilemma etika akan sangat berpengaruh pada nilai-nilai yang dianut
oleh pendidik yang bersangkutan. Namun demikian tidak menjadi soal selama bisa
membedakan mana kasus yang termasuk dilemma etika atau bujukan moral.
Dalam kerangka
pemahaman dilemma etika yang tepat apapun nilai yang dianut pendidik, akan
meghasilkan keputusan yang relevan.
Dan tentu,
pengambilan keputusan yang tepat akan meghasilkan suasana positif, kondusif,
aman, dan nyaman.
Apakah tantangan-tantangan di lingkungan
Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema
etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Jelas. Selalu
ada tantangan dalam setiap situasi yang kita hadapi, termasuk dalam menentukan
keputusan yang tepat dalam konteks dilema etika. Tantangan akan sangat
spesifik bergantung situasi yang terjadi. Terlebih lingkungan sekolah yang
heterogen akan menghasilkan ide-ide yang juga heterogen.
Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang
kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana
kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang
berbeda-beda?
Ini pertanyaan
yang paling relevan dengan kutipan Mendibudrestek Nadiem Makarim bahwa muara
segala keputusan yang diambil adalah mengutamakan peserta didik.
Jelas apapun
keputusan (dalam kaitan pembelajaran) adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan
belajar peserta didik. Seperti pesan Ki Hadjar Dewantara, menghamba pada murid.
Bahwa kita memiliki satu platform
bersama, commonsense bersama, bahwa
sejak dalam benak pikiran hingga perilaku kita, kebutuhan belajar murid adalah
yang utama.
Bagaimana
memutuskan hal yang tepat bagi pembelajaran peserta didik? Kita dengan panduan
ilmu pedagogik tentu sudah memahami tahapan-tahapan pembelajaran yang tepat. Hal
ini memberikan kita pemahaman bagaimana menyusun hal-hal teknis dalam pembelajaran
berkualitas bagi peserta didik. Ya, dimulai dari asesmen, pelaksanaan,
evaluasi, serta umpan balik mesti kita siapkan. Tak lupa kita juga selalu mengevaluasi
diri cara kita melaksanakan pembelajaran.
Jelas. Pemimpin
pembelajaran, di sini bermakna guru, adalah role
model yang paling dekat bagi peserta didik. Role model yang memiliki nilai kuat (= integritas) akan memberikan
dampak tidak hanya situasional belaka tetapi juga mempengaruhi alam bawah sadar
peserta didik.
Keputusan
tepat seorang guru secara jangka pendek akan mengantarkan peserta didik ke
jalan cita-cita pembelajaran yang tepat. Selanjutnya dalam jangka panjang akan
menginspirasi peserta didik dalam mengaktusalisasikan diri di masa depan.
Kesimpulan
Pengambilan
keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan adalah hal mendasar bagi pemimpin
pembelajaran. Semua langkah dalam pengambilan keputusan harus terukur, terarah,
serta mementingkan muara segala muara pendidikan, yakni peserta didik.
Kita dengan
panduan sembilan langkah analisis kasus dilema etika misalnya, akan menghasilkan
suatu keputusan bermanfaat bagi peserta didik di satu sisi serta di sisi lain
akan menginspirasi mereka di masa depan.
Kita dengan
nilai dan integritas kita yang tertanam dalam pikiran bawah sadar akan menghasilkan
kebijakan terbaik yang relevan bagi peserta didik.
Apapun itu
kembali seperti kutipan dari Bapak Menteri di atas.
Beban dan amanah kepemimpinan adalah mengimbangi
semua prioritas yang terpenting. Tugas saya dalam pendidikan adalah melakukan
yang terbaik. Apa yang diinginkan
kadang-kadang belum tentu itu yang
terbaik. Dan untuk membuat perubahan, apalagi perubahan yang transformasional,
pasti ada kritik. Sebelum mengambil
keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan berdampak pada peningkatan
pembelajaran murid?
-Nadiem
Makarim, 2020
No comments:
Post a Comment